Ketua DPD dorong kemandirian fiskal daerah

16 Juli 2020 15:51 WIB
Ketua DPD dorong kemandirian fiskal daerah
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti berbicara dalam Sidang Paripurna Luar Biasa DPD RI dengan agenda Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2019 kepada DPD RI, Kamis (16/7/2020), di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. ANTARA/DPD RI
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengungkapkan pihaknya terus berupaya mendorong kemandirian fiskal daerah, mengingat Indikator Kemandirian Fiskal Daerah (IKFD) menunjukkan mayoritas pemerintah daerah belum mandiri.

“DPD RI juga mendorong peningkatan sinergi dan kerja sama antara pemerintah daerah, pengusaha, akademisi, komunitas masyarakat dan partisipasi media. Salah satu tujuannya untuk optimalisasi aset daerah, sehingga lebih bernilai guna untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daerah,” kata LaNyalla dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Demikian diungkapkan LaNyalla di hadapan Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna dalam Sidang Paripurna Luar Biasa DPD RI dengan agenda Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2019 kepada DPD RI, Kamis, di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

Dari data BPK tahun 2019, hanya 1 dari 542 pemda di Indonesia yang memiliki indikator “sangat mandiri” yaitu Kabupaten Badung, Bali. Disusul DKI Jakarta dan Kota Bandung, Jawa Barat yang berada pada level indikator “mandiri”. Sedangkan daerah yang lain masih pada level indikator “belum mandiri” dan “menuju kemandirian”.

DPD juga terus berupaya membantu daerah dalam meningkatkan kapasitas fiskalnya melalui penyusunan RUU tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), RUU Investasi dan Penanaman Modal Daerah dan RUU BUMDes. Termasuk pula RUU yang sudah masuk dalam daftar Prolegnas, yaitu RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Dalam LKPP yang mengkonsolidasikan 87 LKKL dan 1 LKBUN itu terrdiri dari 7 komponen laporan keuangan. Yaitu laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan oprasional, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.

Atas 88 laporan tersebut, BPK memberi opini sebagai berikut, WTP untuk 84 LKKL dan 1 LKBUN (96,59 persen). WDP untuk 2 LKKL (2,27 persen). Sementara terhadap 1 LKKL (1,14 persen) BPK RI tidak menyatakan pendapat. “Atas konsolidasi tersebut, BPK RI menyatakan opini WTP atas LKPP tahun 2019,” ungkap Agung Firman. 



Baca juga: BPK sampaikan pencapaian realisasi transfer ke daerah 2019 kepada DPD

Baca juga: MPR: Ubah kebijakan transfer dana ke daerah perkuat DPD

Baca juga: Ketua DPD ingatkan pentingnya tiga sektor prioritas saat COVID-19

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020