Hal itu dikemukakan Budi pada konferensi pers bertema "Banjir Bandang Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan" yang digelar secara virtual oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu.
"Minimnya sarana itu dapat dilihat dari kurangnya sarana cuci tangan pakai sabun (CPTS) di setiap pos pegungsian," katanya.
Baca juga: BNPB: Sudah ada 75 titik pengungsian korban banjir di Luwu Utara
Menurut dia, keterbatasan itu di lapangan harus segera ditanggulangi, terlebih lagi karena masih masa pandemi COVID-19. Sementara di lapangan juga ditemukan keterbatasan masker untuk petugas, relawan dan pengungsi.
Kondisi itu terlihat dari banyaknya penyintas yang tidak menggunakan masker dan belum dilakukan 'social distancing" ataupun jaga jarak secara ketat baik pengungsi maupun petugas/relawan.
Khusus untuk mencegah penyebaran COVID-19, lanjut dia, tenaga bantuan kesehatan harus bebas COVID-19 dengan menunjukkan surat, jika belum diperiksa atau tidak ada surat, maka dilakukan rapid test di pos kesehatan.
Baca juga: Korban jiwa banjir bandang di Masamba bertambah dua jadi 38 orang
Budi juga mengakui, masih terbatas ketersediaan vaksin Tetanus (TT) untuk petugas SAR dan relawan. Belum lagi kurangnya air bersih, karena pasokan air bersih sudah tertimbun lumpur.
"Persoalan lainnya yang menyngkut kesehatan dan lingkungan adalah belum berjalannya kegiatan pengolahan sampah domestik yang mengakibatkan sampah menumpuk baik di lokasi pengungsian, juga di jalan pusat kota kabupaten yakni Masamba.
Sementara di tenda masyarakat penyintas di kebun sawit belum berdinding, ini dikhawatirkan muncul gangguan vektor. Sedang dari segi makanan yang dikonsumsi, penanganan gizinya tidak sesuai dengan standar.
Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020