• Beranda
  • Berita
  • Rehabilitasi hutan dan lahan bagian hulu atas banjir Luwu Utara

Rehabilitasi hutan dan lahan bagian hulu atas banjir Luwu Utara

19 Juli 2020 23:32 WIB
Rehabilitasi hutan dan lahan bagian hulu atas banjir Luwu Utara
Ilustrasi - Kondisi akibat banjir bandang yang merendam enam kecamatan di Luwu Utara, Sulsel. ANTARA/HO/FSP

Banjir disebabkan faktor alam dan faktor manusia, adanya pembukaan lahan di hulu DAS Baelase dan penggunaan lahan masif berupa perkebunan kelapa sawit

Direktur Perencanaan & Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  Dr M Saparis Soedarjanto mengatakan, pemulihan lahan terbuka di bagian hulu dengan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan salah satu solusi mengantisipasi banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Hal itu dikemukakan Saparis pada Konfrensi Pers bertema "Banjir Bandang Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan" yang digelar secara virtual oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu.

RHL menjadi salah satu dari dua rekomendasi yang kami usulkan dalam penanganan banjir bandang di Luwu Utara, Sulsel. Sementara rekomendasi lainnya adalah penegakan ukum terkait dengan pembukaan lahan di kawasan hutan lindung antara Gakum, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan dan KPH Rongkong.

Dia mengatakan, kedua rekomendasi itu merupakan hal yang urgen dalam mengantisipasi agar bencana demi bencana di lokasi itu tidak terulang lagi.
Baca juga: BNPB: Sudah ada 75 titik pengungsian korban banjir di Luwu Utara
Baca juga: Korban jiwa banjir bandang di Masamba bertambah dua jadi 38 orang


"Bencana banjir bandang yang melanda enam kecamatan di Luwu Utara pada Senin (13/7) lalu itu, disebabkan faktor alam dan manusia," katanya.

Faktor alam itu disebabkan curah hujan yang tinggi dengan intensitas diatas 100 mm/hari , sementara kemiringan lereng di hulu DAS Balease sangat curam. Sedang tingkat konsolidasi tanah remah dengan konsistensi gembur.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat konsolidasi tanah cenderung rendah dan bersifat lepas-lepas (loosematerial). Dari karakteristik tanah dan batuan di lereng yang curam menyebabkan potensi longsor tinggi yang selanjutnya membentuk bendung yang alami, sehingga mudah jebol jika ada akumulasi air berlebih.

"Sementara dari sisi faktor manusia, adanya pembukaan lahan di hulu DAS Baelase dan penggunaan lahan masif berupa perkebunan kelapa sawit," katanya.
Baca juga: PLN sebut 99 persen listrik di Luwu Utara kembali pulih
Baca juga: Jaringan Telkomsel pulih 100 persen di Luwu Utara pascabencana banjir

 
Ilustrasi lokasi banjir DAS Balease yang merendam enam kecamatan di Luwu Utara, Sulsel. ANTARA Foto/HO/KLHK

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020