Menjamin ketahanan pangan di Sulawesi Tengah

20 Juli 2020 17:02 WIB
Menjamin ketahanan pangan di Sulawesi Tengah
Sejumlah warga menyaksikan lahan kebunnya digerus air sungai yang mengalami abrasi di Desa Pombewe, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (14/7/2020). ANTARAFOTO/Basri Marzuki/hp. (ANTARAFOTO/BASRI MARZUKI)

pemerintah daerah tetap menjamin ketahanan pangan, terutama beras sebagai bahan pokok utama masyarakat di provinsi yang terletak di jantung Pulau Sulawesi

Sejumlah wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah dalam sebulan terakhir ini porak-poranda diterjang bencana alam banjir bandang yang dipicu fenomena cuaca eksterm.

Lima daerah di provinsi yang berpenduduk sekitar 3,05 juta jiwa itu diterjang banjir bandang menyusul curah hujan  tinggi yang  mengakibatkan sejumlah sungai kecil, sedang dan besar meluap hingga ke permukiman penduduk dan merendam lahan pertanian dan perkebunan.

Lima daerah tersebut adalah Kabupaten Sigi, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Morowali Utara dan Morowali.

Selain merendam lahan pertanian dan perkebunan serta permukiman penduduk, juga beberapa buah jembatan dan badan jalan mengalami kerusakan berat sehingga perlu perbaikan untuk kelancaran arus lalu lintas barang dan penumpang.

Hingga kini belum ada data lengkap luas areal lahan pertanian, khususnya persawahan yang ditanami padi dan jagung yang terdampak bencana alam banjir. Akan tetapi dari data sementara dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulteng bahwa terdapat ratusan hektare sawah di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Morowali, Kabupaten Morowali Utara dan juga di Kabupaten Sigi ikut terdampak banjir bandang.

Bahkan di Kabupaten Parigi Moutong sudah dipastikan lahan sawah irigasi produktif di Kecamatan Parigi Selatan mengalami puso atau gagal panen akibat bencana alam banjir yang menerjang beberapa desa di wilayah yang selama ini termasuk lumbung beras.

Sementara di kabupaten lainnya, termasuk di Morowali, Morowali Utara dan Sigi, lahan sawah terendam banjir, namun belum dipastikan gagal panen. Hasil panen diprediksikan mengalami penurunan baik dari segi produksi maupun kualitas, sebab sempat terendam banjir beberapa hari.

Meski ada banyak areal persawahan petani yang terdampak bencana alam banjir, pemerintah daerah tetap menjamin bahwa ketahanan pangan, terutama beras sebagai bahan pokok utama masyarakat di provinsi yang terletak di jantung Pulau Sulawesi cukup aman.

"Banjir di sejumlah daerah di Sulteng memang berdampak terhadap produksi petani, sebab tanaman padi terendam dan sudah dipastikan sebagian gagal panen, khususnya di Kecamatan Parigi Selatan ada sekitar 112 hektare," kata Kepala Dinas Tanaman Pangan Provinsi Sulteng, Trie Iriyani Lamakampali.

Secara keseluruhan, Sulteng tetap masih aman dalam hal ketersediaan pangan beras, sebab produksi petani masih terbilang surplus.

Trie mengaku belum bisa memperdiksikan produksi beras petani Sulteng pada musim panen (MP) 2020. Sekalipun banjir bandang melanda beberapa daerah penghasil beras di Sulteng, optimis hasil panen tahun ini masih surplus.

Dia mencontohkan pada peristiwa bencana gempa bumi bermagnitudo 7,4 pada 28 September 2018, banyak areal pertanian di Sulteng, terbesar di Kabupaten Sigi ada sekitar 7.000an lahan persawahan sama sekali tidak bisa diolah dalam beberapa kali musim tanam (MT) karena kerusakan total irigasi induk dan jaringan irigasi Gumbasa.

Dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini (2019-2020) lahan pertanian di Kabupaten Sigi hingga kini masih sebagian besar belum juga bisa tanami padi dan komoditi pertanian lainnya karena pekerjaan perbaikan irigasi Gumbasa belum rampung.

Baru sekitar 1.000 hektare areal pertanian di Sigi yang sebelumnya terdampak bencana alam gempau bumi dan likuefaksi yang sudah bisa mendapatkan distribusi air dari irigasi Gumbasa.

Belum sepenuhnya pulih akibat gempa, banjir bandang kembali menerjang sejumlah wilayah Sulteng yang berdampak terhadap sektor pertanian. "Tetapi dampaknya tidak berpengaruh besar terhadap ketahanan pangan beras di Provinsi Sulteng.
 
Kondisi irigasi di Sungai Wuno yang rusak terdampak banjir bandang di Desa Oloboju pada Jumat malam (10/7). (ANTARA/HO-Humas ACT Sulteng)
Segera diperbaiki

Kepala Dinas Tanaman Pangan Trie Iriyani berharap pemerintah mempercepat perbaikan irigasi yang rusak baik akibat gempa beberapa tahun lalu di Kabupaten Sigi maupun bencana alam banjir bandang.

"Perbaikan kembali irigasi agar tidak menghambat musim tanam berikutnya," pinta dia.

Trie juga menyatakan sangat mendukung upaya dari pemerintah daerah setempat yang melakukan upaya menata kembali alur sungai yang sudah terjadi pedangkalan.

Sebab salah satu pemicu dari terjadinya banjir dikarenakan daerah aliran sungai (DAS) yang ada di beberapa daerah dilanda banjir bandang sudah dangkal sehingga ketika curah hujan di hulu meningkat, debit air bertambah besar dan airnya meluap ke permukiman penduduk sekitarnya dan juga lahan pertabnian dan perkebunan.

Karena itu, langkah pemerintah melalui dinas terkait untuk melakukan pekerjaan pengerukan dan penataan kembali alur sungai merupakan salah satu solusi mengantisipasi bencana alam banjir.

Selain itu, juga sungai-sungai yang dekat dengan permukiman penduduk perlu dibangun tanggul pengaman di sisi kiri dan kanan agar tidak mengancam baik rumah maupun keselamatan jiwa manusia.

Trie juga menyatakan menyambut positif langkah Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong yang berencana melakukan pembangunan tanggul pengaman di Sungai Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan yang beberapa hari lalu terjadi banjir bandang dan menghanyutkan banyak rumah warga, perabot rumah tangga, merusak sejumlah jembatan dan lahan persawahan di Kecamatan Parigi Selatan.

"Saya mendukung kebijakan Bupati Parigi Moutong, Zamsurisal yang berjanji akan membangun tanggul pengaman di sepanjang daerah aliran sungai di Desa Boyantongo," kata dia.

Langkah itu juga merupakan solusi mencegah kembali banjir bandang di wilayah tersebut. Apalagi, Kabupaten Parigi Moutong selama ini merupakan lumbung beras di Provinsi Sulteng. Sulteng sendiri sejak 1984 sudah swasembada beras sehingga bisa mengirim beras ke sejumlah daerah yang mengalami kekurangan beras, termasuk ke Provinsi Maluku.

Pengadaan beras

Kepala Bidang Pengadaan dan Operasional Pelayanan Publik Perum Bulog Sulawesi Tengah, Amir Sube  mengatakan tidak ada pengaruh bencana banjir di beberapa daerah di Sulteng terhadap kegiatan pengadaan beras sok nasional di daerah ini tetap berjalan lancar meski harga beras di tingkat penggilingan jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP).

Banjir bandang yang terjadi di sejumlah daerah di Sulteng, termasuk di Kabupaten Parigi Moutong, Sigi, Morowali dan Morowali Utara serta Kabupaten Tolitoli yang juga sebagai daerah penghasil beras di provinsi itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap pengadaan beras stoknas yang dilakukan Perum Bulog.

Meski ada bencana banjir, pembelian beras hingga kini masih tetap berjalan, termasuk di daerah-daerah terdampak banjir di Sulteng.

Pihaknya tetap melakukan kerja sama dengan swasta (dalam hal ini pemilik penggilingan padi) di semua daerah di Sulteng untuk mendukung kegiatan pengadaan beras stok nasional di daerah ini yang ditargetkan pada Musim Panen 2020 ini sebanyak 25.000 ton dalam bentuk beras.

Selain bermitra dengan swasta, juga melalui beberapa kelompok tadi yang ada di daerah masing-masing. D isamping itu, satgas Bulog juga turun langsung membeli ke petani sesuai dengan mutu dan standar harga yang ditetapkan pemerintah. Bulog membeli gabah/beras petani sesuai kualitas dan standar harga pemerintah.

Selama kurun waktu Januari sampai medio Juli 2020, Perum Bulog wilayah Sulteng sudah berhasil menyerap beras petani sekitar 50 persen dari target yang ditetapkan yakni 25.000 ton.

Dalam semester II Juli-Desember 2020, Bulog tetap gencar melalukan pembelian untuk memenuhi target pengadaan yang ditetapkan itu."Kita tetap maksimalkan pembelian dan mudah-mudahan bisa terealisasi 100 persen," kata dia.

Namun jika realisasi pengadaan tidak tercapai dan stok beras di gudang Bulog semakin menipis, maka terpaksa mendatangkan beras dari daerah lain melalui Bulog setempat.

Karena selama ini jika beras di gudang Bulog di suatu daerah menipis dan pengadaan seret, maka beras dari gudang Bulog lain bisa dikirim guna mengamankan stok beras Bulog yang mengalami defisit/kekurangan.

Salah satu mitra Bulog di Palu, Rais membenarkan harga beras di tingkat penggilingan rata-rata diatas HPP sehingga Bulog kesulitan membelinya.
Selain itu, juga kualitasnya sering kali tidak bisa memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Otomatis Bulog tidak akan membelinya. Salah satu penyebabnya adalah petani di Sulteng masih menggunakan mesin penggilingan padi onepass.

Berbeda dengan penggilingan padi yang ada di Pulau Jawa atau Sulawesi Selatan yang rata-rata sudah doble pass."Otomatis mutunya beras yang diproduksi lebih baik dibanding mesin penggilingan onepass," kata dia.

Karena itu, ke depan pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota di Sulteng perlu mendorong agar para pengusaha penggilingan padi menggunakan mesin gilingan doblepass agar kualitas beras yang dihasilkan bisa bersaing di pasaran, termasuk beras yang dari luar seperti dari Sulsel dan Sulbar yang banyak dijual di pasaran Kota Palu.
Baca juga: Waspadai krisis, Fadel dorong penguatan ketahanan pangan nasional
Baca juga: Moeldoko ajak generasi milenial kontribusi wujudkan ketahanan pangan

 

Pewarta: Anas Masa
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020