Konsul Jenderal KJRI di Osaka, Jepang, Mirza Nurhidayat mengatakan Indonesia perlu menyasar peluang ekspor produk hortikultura, terutama buah dan sayuran dalam bentuk beku (frozen) dan kering (dried) ke Jepang.Tren permintaan sayuran dan buah masyarakat Jepang terus mengalami peningkatan
Mirza menjelaskan tren permintaan sayuran dan buah masyarakat Jepang terus mengalami peningkatan.
Tercatat, selama lima tahun terakhir, pertumbuhan impor produk buah-sayur Jepang mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen dan 1,6 persen setiap tahunnya.
"Hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain semakin langkanya produk sayur dan buah-buahan di dalam negeri Jepang, karena semakin sedikitnya petani di Jepang. Di satu sisi, ini akan menumbuhkan satu peluang," kata Mirza dalam webinar bertajuk "Japan-Indonesia Market Accses Workshop Horticulture", Selasa.
Baca juga: Kemendag intensifkan ekspor makanan dan minuman di Jepang
Mirza menjelaskan bahwa permintaan buah dan sayuran oleh masyarakat Jepang semakin spesifik, yakni dalam bentuk beku.
Masyarakat Jepang saat ini lebih mengutamakan mengonsumsi makanan praktis dan tidak membutuhkan waktu lama untuk penyiapannya, mengingat umumnya mereka sangat disiplin dan menghargai waktu seefektif mungkin.
Jika dilihat dari potensinya, pada 2019 Jepang menduduki sebagai negara importir sayuran ke-7 di dunia dan importir buah-buahan peringkat ke-13 di dunia dengan pangsa pasar sekitar 3,4 persen untuk sayur, dan 2,5 persen untuk produk buah-buahan.
Selama kuartal I 2020, nilai impor produk sayuran dan buah yang diimpor Jepang mencapai 576 juta dolar AS dengan produk yang banyak diimpor yakni umbi-umbian, taro, ubi, jagung manis, kacang-kacangan dan palawija. Semua produk tersebut diimpor dalam bentuk beku maupun telah dipotong-potong (slice).
Mirza menyebutkan bahwa China, Amerika Serikat, dan Korea Selatan pada 2019 menjadi pemasok utama sayur dan buah-buahan ke Jepang. China memiliki kontribusi terbesar yakni 57,3 persen, AS sebesar 8 persen, dan Korea Selatan 4,37 persen.
Indonesia merupakan negara pemasok urutan ke-13 untuk produk buah dan sayuran ke Jepang, dan pangsanya relatif masih kecil yaitu 0,9 persen.
"Gap (jarak) di antara negara pemasok di atas, kita masih punya peluang yang besar untuk meningkatkan akses pasar produk hortikultura di pasar Jepang," kata Mirza.
Ia menambahkan bahwa untuk meningkatkan akses pasar ekspor produk hortikultura ke Jepang, Indonesia perlu memperhatikan aspek kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dalam produk yang akan diekspor.
Baca juga: Menteri Koperasi UKM lepas ekspor 45 ton lada Babel ke Jepang
Baca juga: Mendag sebut peluang ekspor ke Jepang kembali terbuka lebar
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020