• Beranda
  • Berita
  • PBB: Perpecahan Israel-Palestina perburuk penanganan COVID-19

PBB: Perpecahan Israel-Palestina perburuk penanganan COVID-19

22 Juli 2020 13:34 WIB
PBB: Perpecahan Israel-Palestina perburuk penanganan COVID-19
Pengunjuk rasa Palestina terefleksi di kacamata hitam seorang polisi perbatasan Israel yang memakai masker pelindung saat protes atas rencana Israel melakukan aneksasi terhadap bagian dari Tepi Barat yang diduduki, di Haris, Jumat (26/6/2020)..REUTERS/Mohamad Torokman/pras/cfo (REUTERS/MOHAMAD TOROKMAN)

Saya juga prihatin bahwa kita telah mundur jauh dari koordinasi yang terjalin pada awal tahun, saat gelombang pertama virus menyerang. Situasi ini bisa berakibat serius pada kemampuan untuk mengendalikan penyebaran virus dan dampaknya pada kehidupan

Kemerosotan dramatis dalam koordinasi  antara Israel dan Palestina  saat  Israel berupaya menganeksasi  wilayah Tepi Barat  telah merugikan  kedua pihak  dalam upaya mereka menahan  pandemi COVID-19.

"Sayangnya, situasi di lapangan dengan cepat dipengaruhi oleh peningkatan tajam kasus COVID-19 di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, serta di Israel," ujar utusan khusus PBB untuk perdamaian Timur Tengah Nickolay Mladenov kepada Dewan Keamanan (DK).

"Saya juga prihatin bahwa kita telah mundur jauh dari koordinasi yang terjalin pada awal tahun, saat gelombang pertama virus menyerang. Situasi ini bisa berakibat serius pada kemampuan untuk mengendalikan penyebaran virus dan dampaknya pada kehidupan masyarakat," Mladenov menambahkan.

Di tengah "keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya", Mladenov mengatakan PBB telah menawarkan untuk meningkatkan perannya sebagai perantara antara kedua pihak untuk membantu merespons virus corona dan  membantu memberikan rujukan bagi pasien dari Jalur Gaza yang terkepung.

"Namun demikian, ada batasan untuk apa yang dapat dilakukan oleh PBB dan organisasi lain. Setiap peningkatan tanggung jawab dalam konteks ini harus dibatasi dan diberi tenggat waktu dan tidak dirancang untuk menggantikan peran dan tanggung jawab otoritas Palestina atau pemerintah Israel," kata dia.

Baca juga: Corona jadi ancaman serius bagi para pengungsi Palestina di Tepi Barat

Pernyataan Mladenov disampaikan hanya beberapa jam setelah pasukan Israel pada Selasa (21/7) menghancurkan sebuah bangunan yang digunakan sebagai pusat karantina bagi orang-orang yang diduga tertular virus corona di kota Hebron, Tepi Barat.

Penduduk setempat mengatakan pihak berwenang Israel mengklaim kurangnya izin bangunan untuk meratakan bangunan seluas 700 meter itu.

"Pusat (karantina) itu sedang dipersiapkan selama tiga bulan terakhir. Pendudukan Israel sepertinya berusaha menyebarkan virus di kota," kata pemilik bangunan, Raed Meswada, kepada Anadolu Agency.

Meswada mengatakan pembongkaran pusat karantina itu adalah "bukti bahwa pendudukan Israel tidak peduli dengan wabah virus, yang tidak membedakan antara Palestina dan Israel".

Kementerian Kesehatan Palestina pada Selasa mengonfirmasi dua kematian dan 400 kasus COVID-19 di Tepi Barat selama 24 jam terakhir, termasuk 119 kasus di Hebron. Hitungan di Tepi Barat dan Jalur Gaza sekarang mencapai 10.923 kasus, termasuk 67 kematian.

Otoritas kesehatan Israel pada Senin (20/7) melaporkan 951 kasus dalam 24 jam terakhir, menjadikan total kasus negara itu menjadi 50.714, termasuk 409 kematian.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Kemunculan virus corona kesampingkan rencana aneksasi Israel
Baca juga: Kasus COVID-19 kembali naik, Palestina dan Israel perketat pembatasan

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020