importir di sana terkadang meminta persyaratan macam-macam dan ini tidak mudah
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menyampaikan bahwa produk kopi olahan asal Indonesia mengalami hambatan ekspor ke sejumlah negara dengan alasan yang bervariasi.
“Ada hambatan untuk ekspor kopi Indonesia ke beberapa negara. Misalnya ke Maroko, di mana kopi asal Indonesia dikenakan tarif 10 persen. Tarif ini kalau bisa diturunkan akan sangat baik bagi produk kopi Indonesia,” kata Rochim saat menghadiri seminar web yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bertajuk Seller Market Orientation di Jakarta, Rabu.
Kemudian. Ekspor kopi ke negeri jiran Malaysia juga mengalami hambatan, karena sejak 2014, untuk impor produk tanaman termasuk biji kopi kering dan olahan arabika, robusta dan liberika, mensyaratkan produk harus memiliki lisensi impor dan menyertakan sertifikat phytosanitary dengan tambahan pernyataan telah melakukan penindakan yang tepat sebelum dilakukan impor.
Selain itu, terdapat amandemen peraturan pangan tahun 1985 yakni produk impor yang diperjualbelikan di dalam negeri harus mendapat persetujuan khusus.
“Jadi, importir di sana terkadang meminta persyaratan macam-macam dan ini tidak mudah. Untuk itu, mohon perwakilan Indonesia di Malaysia bisa memfasilitasi hal ini,” ujar Rochim.
Kemudian, lanjut Rochim, ekspor kopi ke Korea Selatan juga mengalami hambatan karena penetapan standar baru untuk produk makanan yang mengatur tingkat kontaminan, zat aditif dan keamanan makanan, kesehatan manusia, batas residu maksimum, dan penggunaan pestisida.
Sedangkan, ekspor kopi ke Jerman masih terkendala karena adanya standar keamanan pangan yang mengatur level maksimum kandungan mycotoxins untuk produk kopi instan dan kopi sangrai.
Hambatan lain ekspor kopi nasional dialami di Filipina karena beberapa hal, antara lain adanya Standar Nasional Filipina (PNS) tentang Kode Praktik untuk pengolahan radiasi makanan, dan Good Agriculture Practices untuk kopi.
Terakhir yakni ekspor kopi ke Brazil, yang masih harus menghadapi pengenaan tarif 10 persen, mengingat Brazil merupakan salah satu negara pengekspor kopi.
“Namun, terdapat ceruk baru pasar dunia untuk single-origin coffee atau kopi yang berasal dari daerah. Ini sangat diminati. Kalau tidak salah sudah ada delapan atau sembilan yang memiliki standar sertifikat indikasi geografis. Mudah-mudahan semakin banyak yang mendapatkan sertifikat ini,” ungkap Rochim.
Baca juga: Meski pandemi, Menkop catat ekspor kopi Indonesia masih tumbuh
Baca juga: Ekspor kopi ke Mesir naik di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Mentan targetkan pertumbuhan ekspor komoditas kopi hingga vanili
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020