"Kita meminta kepada Presiden untuk memperlihatkan kepemimpinananya dalam mengurangi emisi karbon dengan memenuhi komitmen yang telah dibuat pada G20," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace wilayah Asia Tenggara Yuyun Indraji di Bunderan HI, Jakarta, Sabtu.
Emisi karbon adalah terlepasnya karbon ke udara yang menciptakan efek rumah kaca untuk di mana panas matahari tidak lagi memiliki filter cukup di atmosfer sehingga suhu Bumi menjadi semakin panas.
"Apabila suhu terus memanas, maka es di kutub akan mencair sehingga permukaan air laut naik, hasilnya daratan bisa tenggelam. Kita sebagai negara kepulauan yang dihubungkan oleh lautan dan sungai sangat rentan terhadap hal ini," kata Yuyun.
Ia mengungkapkan, saat ini 50 persen dari total karbon di dunia ada di hutan dan lahan gambut Indonesia, sedangkan Indonesia sendiri adalah negara ketiga terbesar setelah AS dan China penghasil emisi karbon.
"Sekitar 20 persen sumbangan Indonesia terhadap emisi karbon ini, kalau tidak segera diperbaiki maka kerusakan yang terjadi akan semakin parah," katanya.
Ia menambahkan, dari dua juta hektare lebih lahan gambut di Indonesia, sekitar 50 persenya telah dirusak, baik oleh penebangan hutan maupun perkebunan.
Greenpeace menyarankan Indonesia membuat kawasan pelindung iklim seperti yang ada di Semenanjung Kampar.
"Semenanjung Kampar merupakan salah satu penyimpan karbon terbesar di dunia. Kalau ini rusak oleh aksi perusahaan pulp dan kertas ini jelas bertentangan dengan komitmen Presiden Yudhoyono," kata Perwakilan Greenpeace Asia Tenggara untuk Indonesia Nur Hidayati. (*)
Pewarta: mansy
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009