• Beranda
  • Berita
  • Laut Sawu disebut sebagai "kafe" bagi paus dan lumba-lumba

Laut Sawu disebut sebagai "kafe" bagi paus dan lumba-lumba

23 Juli 2020 11:14 WIB
Laut Sawu disebut sebagai "kafe" bagi paus dan lumba-lumba
Warga menyaksikan bangkai paus biru yang terdampar di pesisir pantai Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (21/7/2020). (HO BKKPN Kupang)
Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Ikram Sangadji menyebut wilayah Taman Nasional Perairan Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur sebagai "kafe" bagi paus, lumba-lumba, dan satwa dari ordo Cetacea lainnya.

"Perairan NTT, khususnya Laut Sawu, itu menjadi perairan yang subur dan dijadikan sebagai kafe, tempat mencari makan dan beristirahat bagi lumba-lumba, paus, dan jenis Cetacea lainnya," katanya kepada wartawan di Kupang, Kamis.

Ikram mengatakan, Taman Nasional Perairan Laut Sawu yang luasnya 3.355 juta hektare merupakan wilayah yang kaya dengan sumber makanan bagi paus dan mamalia laut lain.

Menurut dia, mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba yang melakukan perjalanan dari Australia menuju Laut seram, Laut Banda, dan masuk ke Laut Sawu untuk mencari makan dan beristirahat.

Hampir setiap tahun ada paus dan lumba-lumba yang muncul di kawasan Laut Sawu dan bangkai paus atau lumba-lumba ditemukan terdampar di pesisir Kupang dan pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur.

Ikram mencontohkan pada Oktober 2019 ada 17 paus yang terdampar dan mati di kawasan pesisir Kabupaten Sabu Raijua.

Menurut Sangadji, kawasan Laut Sawu merupakan jalur perlintasan paus dan lumba-lumba dan gangguan pada sistem navigasi paus dan lumba-lumba membuat sebagian dari mereka terdampar di kawasan pesisir. 

"Untuk paus terdampar di Teluk Kupang baru sekali ini. Tapi di tempat lain di kawasan Laut Sawu ini sering terjadi. Laut Sawu ini memang perlintasannya mamalia seperti paus dan lumba-lumba," demikian Ikram Sangadji.
​​​​​​​
Baca juga:
Seekor paus biru terdampar dan mati di pesisir pantai Kupang
Bangkai paus biru yang terdampar di Kupang diperiksa sebelum dikubur

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020