• Beranda
  • Berita
  • Survei Populix gali optimistis publik dan pekerja di era normal baru

Survei Populix gali optimistis publik dan pekerja di era normal baru

27 Juli 2020 17:49 WIB
Survei Populix gali optimistis publik dan pekerja di era normal baru
Ilustrasi - Sejumlah seniman kawasan Candi Borobudur menggelar performa seni "Lelakuning Urip" menyikapi adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi COVID-19, Sabtu (18/7/2020). (ANTARA/Hari Atmoko)
Perusahaan riset pasar Populix yang didirikan pada 2018 oleh founders Timothy Astandu, Eileen Kamtawijoyo, dan Jonathan Benhi melakukan riset tentang optimisme publik dan para pekerja dalam memulai aktivitasnya kembali di era adaptasi kebiasaan baru.

"Survei Populix menunjukkan bahwa responden dari kalangan menengah adalah masyarakat yang paling optimistis dengan diberlakukannya adaptasi kebiasaan baru," kata Chief Operating Officer (COO) Populix Eileen Kamtawijoyo melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Baca juga: Kemenparekraf yakinkan berwisata aman di adaptasi kebiasaan baru

Sedangkan masyarakat kalangan bawah memandang pesimis kebijakan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena faktor tingkat kesejahteraan yang masih rendah serta terbatasnya akses layanan kesehatan.

Riset populix juga mengungkapkan 97 persen responden mengaku rutin menggunakan masker serta 87 persen menggunakan hand sanitizer. Kedua benda tersebut telah disadari masyarakat sebagai barang bawaan wajib ketika meninggalkan rumah.

"Badan kesehatan dunia menganjurkan setiap orang untuk menggunakan masker karena dinilai ampuh menurunkan potensi penularan COVID-19 hingga 75 persen," katanya.

Di kalangan pekerja, 88 persen menyatakan perusahaannya mewajibkan pemakaian masker selama bekerja dan di perjalanan. Hal itu selaras dengan protokol kesehatan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan lewat Surat Keputusan (SK) Nomor HK 02.02/II/753/2020 aktivitas perekonomian diizinkan kembali beroperasi dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Namun, dari hasil survei yang dilakukan, masyarakat kalangan bawah lebih jarang memakai masker dibanding kalangan menengah ke atas. Dengan kata lain, perlu ada edukasi kebiasaan baru yang menyasar ke bawah dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah.

Baca juga: Sosiolog Unair: Adaptasi kebiasaan baru harus jadi gaya hidup

Baca juga: Adaptasi kebiasaan baru, atur "screen time" dan jaga anak tetap aktif


Survei tersebut juga mengungkap terdapat 81 persen perusahaan yang secara ketat melakukan pembatasan jarak fisik. Sementara itu, upaya mengurangi kerumunan juga diatasi lewat mekanisme shift jam kerja yang telah diberlakukan 58 persen perusahaan.

"Temuan lainnya, 43 persen perusahaan telah membuat skema pengurangan bekerja di kantor," katanya.

Selain itu, setelah tiga bulan berlalu sejak kasus COVID-19 pertama diumumkan di Indonesia, Populix juga mengukur perubahan tingkat kekhawatiran masyarakat pada rentang April hHingga Juni dengan skala satu hingga 10.

Semakin tinggi skala menunjukkan semakin tinggi pula tingkat kekhawatiran masyarakat. Hasilnya, ada penurunan tingkat kekhawatiran pada April, dimana awalnya skala 8,1 menjadi 7,6 di Juni 2020.

"Adaptasi kebiasaan baru yang ada di depan mata menjadi skenario baru yang diusung untuk memulihkan perekonomian," ujarnya.

Baca juga: Pelaku usaha di Depok mulai bangkit dengan adaptasi kebiasaan baru

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020