Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta meminta pemerintah kabupaten/kota mempercepat realisasi belanja APBD 2020 dengan tetap memastikan kualitas dan manfaat bagi masyarakat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di DIY.Tidak ada alasan lagi untuk tidak kita belanjakan karena bisa kita sebut hampir satu-satunya yang bisa kita lakukan untuk mengurangi kontraksi pertumbuhan ekonomi adalah belanja pemerintah.
"Tidak ada alasan lagi untuk tidak kita belanjakan karena bisa kita sebut hampir satu-satunya yang bisa kita lakukan untuk mengurangi kontraksi pertumbuhan ekonomi adalah belanja pemerintah," kata Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa.
Menurut Aji, jika sebelumnya pemerintah kabupaten/kota fokus pada pencairan anggaran Belanja Tak Terduga (BTT), saat ini sudah dapat merealisasikan beberapa pos anggaran lain yang tidak direalokasi untuk penanganan COVID-19.
"Apapun segera belanjakan karena sudah jelas sekarang mana yang boleh dibelanjakan dan mana yang tidak boleh dibelanjakan. Mana yang direalokasi dan mana yang tidak direalokasi," kata dia.
Baca juga: Luhut: karena COVID-19, belanja pemerintah dipercepat
Ia berharap belanja dari BTT yang ada saat ini juga bisa segera direalisasikan. Selain untuk memenuhi kebutuhan bidang kesehatan, sosial, dan pemulihan ekonomi diharapkan memiliki dampak terhadap laju pertumbuhan ekonomi di DIY yang pada triwulan I 2020 minus 0,17 peren.
"Yang persentase serapannya kecil saya mohon supaya kabupaten/kota bisa segera melakukan evaluasi," kata Aji.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Budi Wibowo menjelaskan Pemda DIY telah mengalokasikan Belanja Tak Terduga (BTT) Rp600 miliar untuk penanganan COVID-19 dengan realisasi Rp330,7 miliar per 30 Juni 2020.
Budi mengakui Pandemi COVID-19 menyebabkan kabupaten/kota se-DIY mengalami kendala dalam capaian serapan belanja barang dan jasa, serta belanja modal hingga Triwulan II 2020.
Baca juga: DPRD sebut serapan belanja tak langsung Pemprov Jabar 93,65 persen
Ia menyebutkan deviasi antara target dan realisasi penyerapan belanja langsung pengadaan barang dan jasa pada APBD 2020 hingga Triwulan II paling tinggi dialami Kabupaten Bantul (31,49 persen) dan terendah dialami Kabupaten Gunung Kidul (0,14 persen).
Deviasi penyerapan belanja modal paling tinggi dialami Kabupaten Kulon Progo (34,09 persen) dan terendah dialami Kabupaten Gunung Kidul (3,65 persen).
Selain itu, capaian kinerja fisik dan keuangan APBD Kabupaten/Kota se-DIY, menurut Budi, juga mengalami deviasi pada triwulan II 2020 ini. Bantul mencatatkan deviasi fisik tertinggi (6,83 persen) dan Sleman yang terendah (-1,95 persen). Bantul juga mengalami deviasi keuangan paling tinggi (27,4 persen) sementara Gunung Kidul paling rendah (1,42 persen).
"Sebetulnya tidak masalah asal mereka segera menindaklanjuti. Jadi proses keuangannya kan mereka sudah hafal cuma harus segera merealisasikan. Harapan kita itu segera dicairkan dan kemudian proyek-proyek atau kegiatan yang bersentuhan dengan masyarakat segera dilakukan," kata dia.
Baca juga: Pemerintah utamakan belanja kesehatan menggunakan produksi nasional
Budi berharap pemanfaatan anggaran untuk pemulihan ekonomi bisa lebih diprioritaskan dengan memberikan stimulus untuk menggairahkan "stay at home economy" atau pola berbelanja secara daring yang akan menjadi tren di masa datang.
"Ini kan tidak sulit bagaimana mengkoordinir semua perusahaan yang ada di sini kemudian pekerjaan-pekerjaan bisa dikerjakan di rumah. Itu yang seharusnya dilakukan," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020