• Beranda
  • Berita
  • Ciptakan ekosistem baru, Kemendikbud gelar lomba lagu anak

Ciptakan ekosistem baru, Kemendikbud gelar lomba lagu anak

29 Juli 2020 19:45 WIB
Ciptakan ekosistem baru, Kemendikbud gelar lomba lagu anak
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Ahmad Mahendra saat memberi keterangan pers daring terkait pelaksanaan lomba Kita Cinta Lagu Anak Indonesia di Jakarta, Rabu (29/7/2020). ANTARA/Virna P Setyorini

ekosistemnya sudah lost

Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Ahmad Mahendra mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengupayakan menciptakan ekosistem baru untuk mengembalikan kejayaan lagu anak dengan menggelar lomba menyanyi dan mencipta lagu anak.

"Ada produksinya tapi ekosistemnya sudah lost. Ini yang kami ingin kembalikan ekosistemnya," kata Mahendra dalam konferensi pers daring Kita Cinta Lagu Anak Indonesia (KILA) yang digelar Kemendikbud di Jakarta, Rabu.

Menurut Mahendra, Presiden Joko Widodo melihat ada persoalan dalam industri musik khususnya lagu anak karena sekian tahun tidak muncul kreativitas baru. Karenanya Presiden meminta agar Kemendikbud juga bergerak memajukan kreativitas musik dan perfilman, termasuk mengembalikan kejayaan lagu anak.

Baca juga: Kemendikbud dan KITA Indonesia gelar lomba nyanyi dan cipta lagu anak
Baca juga: Ketiga anak Widi Mulia berkolaborasi rilis lagu "Jajan"


Ia mengatakan upaya membangun kembali ekosistem tersebut dimulai dengan mengadakan lomba menyanyikan dan menciptakan lagu anak terlebih dulu melalui KILA. Dari sana ekosistem dicoba untuk dibangun termasuk membangkitkan kembali industri musiknya hingga berkembang dan padat karya.

"Kalau tidak dinyanyikan, tidak ditampilkan oleh ikon-ikon terkenal kan enggak mungkin naik. Apalagi sekarang ada media sosial sehingga ada strategi baru yang bisa digunakan untuk menaikkan minat terhadap lagu-lagu anak," ujar dia.

Penata musik Dian Hadipranowo yang juga menjadi salah satu juri KILA mengatakan tidak berhenti memproduksi karya musik, salah satu caranya dengan memproduksi sendiri. Namun demikian, seperti kebanyakan musisi mereka tidak dapat bergerak tanpa promosi.

“Sebetulnya kalau lagu tidak diproduksi lagi, itu tidak juga, tetap ada. Tapi kami tidak bisa bergerak tanpa promosi, dan kami ada kendala di situ,” ujar dia.

Selain itu, menurut dia, ada pula pergeseran pada anak-anak di Indonesia menjelang usia belasan tahun yang sudah tidak mau lagi dianggap anak-anak, tetapi masuk remaja, sehingga selera lagunya pun sudah bergeser.

Baca juga: Rilis lagu perdana, Kazumi ingin isi kekosongan lagu anak
Baca juga: Trio Lestari bakal "comeback" tahun ini dengan lagu anak


Lagu anak, menurut dia, selain berfungsi menghibur juga untuk memberikan pendidikan. “Sederhana saja, bisa soal tomat, sendok garpu, es krim, televisi, atau apapun, luas sekali”.

Mereka bisa berkreasi apapun tidak perlu harus dari satu genre saja, bisa juga hanya dengan bantuan satu alat musik saja juga tidak masalah, kata Dian.

Sementara itu, Sita Dewanto mewakili KITA Indonesia mengatakan memilih mengusulkan lomba menyanyi dan menciptakan lagu anak bermula dari keprihatinan bahwa lagu anak-anak saat dirinya kecil kerap terdengar kini hilang.

Sementara dalam ajang-ajang lomba pencarian bakat lebih sering terdengar lagu-lagu asing, dari anak-anak kerabat maupun anak-anak Indonesia pada umumnya diketahui sudah tidak punya lagi idola cilik.

"Dulu kita kenal Mbak Chica Koeswoyo, Adi Bing Slamet, lalu zamannya Sherina, Tina Toon, Tasya, lalu sempat hilang. Sekarang benar-benar hilang," ujar dia.

Baca juga: Reuni mantan penyanyi-penyanyi cilik dalam The 90's Festival
Baca juga: Optimisme kelangsungan lagu anak

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020