"Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang ada saat ini upaya pemerintah untuk memulai lebih awal, sebelum kondisi normal kita harus menarik perhatian dan investasi-investasi baru," kata Wihana dalam diskusi virtual bertajuk "Solusi Membangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi" yang diadakan Joglosemar Institut yang dipantau di Yogyakarta, Rabu (29/7).
Menurut dia, harus diakui bahwa pemerintah saat ini perlu mencari paradigma baru di masa pandemi ini, yang pemikirannya tidak bisa seperti di saat masa normal, namun juga harus di masa krisis.
Dia mengatakan, permasalahan kompleks soal investasi yang dihadapi Indonesia sekarang ini, seperti regulasi yang tumpang tindih serta birokrasi yang menyebabkan macetnya investasi, sehingga perlu diselesaikan segera.
"Meski awalnya ini dirancang ideal untuk masa sebelum pandemi untuk mendorong aggregate demand, tapi bukan berarti kita bisa bersantai. Harus ada pemikiran bagaimana kita bisa bersaing dengan negara-negara tetangga, sementara peringkat kemudahan berbisnis kita masih tertinggal," kata Wihana.
Staf khusus Kementerian Perhubungan ini juga menyoroti istilah investasi tidak bisa dilihat hanya sebagai investasi asing saja. Karena itu, dia menilai RUU Cipta Kerja juga memiliki semangat untuk mendorong investasi lokal yang basisnya ekonomi masyarakat.
"Justru dalam regulasi ini ada batasan-batasan. Policy dan rule of the game-nya coba diselaraskan agar investasi lokal juga terdorong dan terakselerasi," kata Wihana.
Sementara itu, ekonom dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Maruf mengatakan bahwa semangat RUU Cipta Kerja yang kini sedang dibahas pemerintah bersama DPR ini justru bisa mengakselerasi dan menstimulus ekonomi rakyat.
"Tidak hanya pro-investor besar, RUU Cipta Kerja ini juga sangat pro-investor lokal yang skalanya ekonomi rakyat. Regulasi dibabat untuk melihat kepentingan di lapangan langsung," kata Maruf.
Apalagi, kata dia, dalam mengurus perizinan saat ini, harus diakui sangat sulit, hal itu karena persyaratan-persyaratan untuk memulai usaha itu juga seringkali tidak sesuai dengan skala usaha yang ada, dan ini menjadi momok bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"UMKM kita saat ini tidak mudah untuk bisa memulai kembali. Dengan regulasi yang ada saat ini, UMKM harus membuat UKL/UPL atau bahkan AMDAL, ya pastinya tidak mampu. Justru RUU Cipta Kerja ini mengedepankan peranan negara untuk masyarakat," katanya.
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020