Munculnya wabah Covid-19 menimbulkan berbagai masalah termasuk pada dunia pendidikan, yang mengharuskan agar proses belajar mengajar harus dilakukan di rumah masing-masing dengan cara daring melalui jaringan internet.... Terima kasih, kami sudah terbantu. Kami tidak perlu lagi memikirkan biaya untuk beli kuota internet...
Sayangnya tidak semua orang tua mempunyai anggaran yang cukup agar bisa terus mengisi paket kuota internet di gawai anaknya agar bisa belajar secara daring.
Hal ini dirasakan warga dan siswa-siswi di sekitar RT 02/RW 01 Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Diana B (49), misalnya seorang ibu rumah tangga di kelurahan itu mengeluhkan biaya untuk kuota internet bagi dua orang anaknya yang duduk di bangku SMP dan SMA yang sangat tinggi.
Setiap pekan terpaksa ia harus menghabiskan Rp150.000 bagi dua orang anaknya agar anak-anaknya bisa mengikuti pembelajaran secara daring melalui gawaian mereka. "Suami saya hanya seorang tukang ojek. Dan ini cukup membebani kami," katanya.
Uang hasil ojek suaminya cerita dia, harus bisa ia gunakan dan sisihkan sebagian untuk kebutuhan rumah tangga dan pendidikan kedua anaknya itu, karena bagi dia hal itu sungguh memberatkan.
Namun kesulitan yang dirasakan Diana ini terbayar, akibat seorang polisi di Polres Kupang Kota bernama Brigadir Polisi Kepala Tomas Radiena bersedia membagikan kuota internet dari WiFi-nya di rumahnya kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu di daerah itu.
Raidena yang merupakan anggota Propam Polres Kupang Kota mengaku pada awalnya kaget saat pulang bertugas di kantornya, karena saat tiba di rumah puluhan anak sekolah berseragam duduk di pinggir pagar rumahnya sedang tekun mengoperasikan gawainya sambil mengerjakan tugas sekolah.
"Saya kaget saat pulang kantor, ada puluhan anak duduk di pinggir pagar rumah saya mencari wifi untuk mengerjakan tugas sekolah," ujar dia di rumahnya.
Ia kemudian berdiskusi dengan istrinya, Ratna Radiena, yang juga seorang pendeta soal kesulitan anak-anak di sekitar tempat tinggal mereka. Keduanya pun sepakat memberikan akses WiFi secara gratis bagi anak-anak sekitar tempat tinggal mereka.
Mereka memperbolehkan anak-anak usia sekolah memakai wifi di rumah mereka. Namun untuk ketertiban maka anak-anak hanya dibatasi menggunakan WIFi antara pukul 08.00 hingga pukul 12.00 WITA.
"Kami sengaja membatasi jam penggunaan WiFi agar anak-anak memanfaatkan WIFi ini hanya untuk kegiatan belajar saja, di luar dari itu tidak boleh. Tetapi jika sore hari ada anak-anak yang ingin mengerjakan tugas sekolah maka kami tetap mempersilahkan," katanya.
Kedemawanan suami-istri itu tak hanya sampai di situ. Mereka justru menyiapkan laptop bahkan meminjamkan gawaian mereka agar anak-anak yang tak memiliki gawaian bisa juga belajar dan mengerjakan tugas sekolah.
Sementara itu untuk mencegah penyebaran Covid-19 suami-istri itu pun mewajibkan anak-anak yang menggunakan akses WiFi di rumahnya memakai masker. Ia juga membagikan masker bagi anak-anak yang tidak memiliki masker.
Selain itu juga disiapkan fasilitasi untuk cuci tangan memakai sabun dan dibasuh air bersih mengalir saat datang ke rumahnya. Agar anak-anak nyaman, dia meminjamkan teras rumah, halaman, dan ruang perpustakaan rumahnya untuk dipakai anak-anak saat belajar secara daring.
Disambut gembira warga
Kesediaan Radiena menyiapkan akses WiFi secara gratis disambut gembira para tetangga dan warga di sekitar tempat tinggal mereka.
Diana mengatakan sangat bersyukur, karena pada saat ada kesulitan saat pandemi seperti saat ini muncul orang-orang di sekitar rumahnya yang siap membantu. "Walaupun hanya menyiapkan WiFi gratis, ini sangat membantu kami dari keluarga kurang mampu seperti saat ini," ujar Diana.
Hal yang sama juga dirasakan Siti Kadijah, salah seorang warga yang rumahnya tak jauh dari rumah Radiena. Menurut dia dengan adanya WiFi gratis itu, dia dan suaminya sangat terbantu. "Terima kasih, kami sudah terbantu. Kami tidak perlu lagi memikirkan biaya untuk beli kuota internet," ujar Kadijah (35).
Radiena juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan generasi muda di Kupang. Hal ini terbukti sejak 2018, dia dan istrinya merintis dan membangun Rumah Baca "Batu Piak" memanfaatkan satu ruangan kecil di teras rumahnya.
Di lokasi ini, aneka macam buku bacaan dihadirkan. Menariknya, bukan hanya anak-anak saja yang memadati rumah baca itu, melainkan para orang tua yang berprofesi sebagai nelayan juga memanfaatkan rumah baca itu untuk membaca buku-buku.
"Saya melihat banyak anak-anak usia SD ditambah banyak juga yang putus sekolah disekitar saya, sehingga saya bersama istri saya, Pendeta Ratna Radiena, yang juga sebagai pendeta emaat GMIT Elim Bolok sepakat untuk membuka rumah baca," ujarnya.
Jebolan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana di Kupang ini mengatakan, kehadiran rumah baca Batu Piak ini membuat anak-anak sangat antusias.
Rumah Baca Batu Piak memiliki misi membangkitkan dan meningkatkan minat baca anak-anak sehingga tercipta masyarakat yang cerdas dan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menjadi wadah kegiatan belajar masyarakat teristimewa anak usia sekolah. Membrantas buta aksara sehingga tidak menjadi buta aksara kembali. Juga turut melaksanakan program pemerintah dengan menitik beratkan pada pemberantasan kemiskinan melalui Program Indonesia Pintar (PIP).
Rumah Baca Batu Piak yang berada di tengah-tengah masyarakat RT 02/RW 01, Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Kupang, bertujuan menumbuhkan minat baca dan kecintaan membaca untuk memperkaya pengalaman belajar bagi warga dan teristimewa anak usia sekolah serta menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi serta jauh dari tindakan kriminalitas.*
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020