BPJK Kesehatan minta peserta dan masyarakat mengunduh serta memanfaatkan "Mobile JKN" untuk memberikan peringkat dan kualitas pelayanan rumah sakit sehingga mendorong pelayanan kesehatan berkualitas.
“Kami sudah buat Mobile JKN di mana salah satu fungsinya adalah peserta dapat memberikan rating atau peringkat kualitas pelayanan rumah sakit. Jika bagus katakan bagus. Jika jelek katakan itu jelek, sehingga kami bisa memutus kontrak kerja sama dengan rumah sakit yang pelayanan ke peserta BPJS Kesehatan jelek,” kata Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Bali, NTT dan NTB Beno Herman di Gianyar, Bali, Kamis.
Menurut dia, jika pelayanan rumah sakit kurang bagus, peserta dapat pindah ke rumah sakit lainnya yang mendapatkan rating tinggi karena pelayanannya bagus.
"Rumah sakit yang pelayanannya jelek akan ditinggalkan peserta BPJS Kesehatan,” kata Beno Herman saat diskusi sehari dengan media massa di Bali.
“Kami setiap tahun mengumumkan rumah sakit terbaik se Indonesia agar peserta bisa memilih mana pelayanan rumah sakit terbaik. Kami juga mengumumkan rumah sakit terbaik se Indonesia untuk kelas 2. Ini bertujuan agar rumah-rumah sakit berlomba untuk memberikan pelayanan baik dan berkualitas kepada peserta BPJS Kesehatan,” ujar dia.
Dengan Mobile JKN, peserta dapat pindah dari fsilitas kesehatan I ke faskes I lainnya dengan hanya menggunakan Mobile JKN. Mobile JKN bisa diunduh di telepon genggam (HP) peserta. “Bahkan nanti sejarah kesehatan atau catatan medis peserta akan bisa dilihat dari mobile JKN. Jadi semua pelayanan BPJS Kesehatan itu ada di tangan peserta. Ada di HP peserta BPJS Kesehatan,” kata Beno.
Oleh karena itu, BPJS Kesehatan minta kepada peserta, masyarakat dan media massa untuk mendorong pemanfaatan Mobile JKN. “Begitu selesai mendapatkan pelayanan kesehatan segera berikan rating ke rumah sakitnya,” ujar Beno.
Dengan tema diskusi “Bersama Mengawal Implementasi Program JKN-KIS di Provinsi Bali”, Beno menjelaskan bahwa mulai 1 Mei 2020, iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional- Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP), kembali mengacu pada Peraturan Presiden 82 tahun 2018, yaitu sebesar Rp80.000 untuk kelas 1, Rp51.000 untuk kelas 2 dan Rp25.500 untuk kelas 3.
Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020 yang menyatakan membatalkan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. “Pemerintah sangat menghargai keputusan MA dan pertimbangannya MA yang mendorong pemerintah memperhatikan ekosistem JKN secara menyeluruh agar program JKN dapat berkesinambungan.
Sebagai tindak lanjut atas keputusan MA tersebut, pemerintah telah menerbitkan Perpres No 64/2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.
Beno menekankan bahwa penyesuaian iuran ini hanya berlaku bagi segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Untuk segmen peserta lain seperti peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Pekerja Penerima Upah (PPU) besaran iuran masih mengacu pada Perpres No 75/2019.
“Sesuai dengan Perpres No 64 / 2020, iuran segmen PBPU/BP terdapat penyesuaian iuran yang telah diberlakukan per 1 Juli 2020 sampai dengan Desember 2020 iuran peserta segmen PBBU/BP kelas 1 sebesar Rp150.000, kelas 2 sebesar Rp100.000 dan kelas 3 sebesar Rp42.000 terdiri dari Rp25.500 dibayarkan oleh peserta dan Rp16.500 adalah subsidi dari pemerintah,” ujar Beno
Ia menambahkan, mulai 1 Januari 2021 dan seterusnya, iuran peserta segmen PBPU/BP kelas 1 sebesar Rp150.000, kelas 2 sebesar Rp100.000 dan kelas 3 sebesar Rp42.000 terdiri dari Rp35.000 dibayarkan oleh peserta dan Rp7.000 adalah subsidi dari Pemerintah.
BPJS Kesehatan minta peserta manfaatkan Mobile JKN guna tingkatkan pelayanan RS.
Pewarta: Adi Lazuardi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020