Dokter spesialis kesehatan jiwa, Tatih Meilani mengiyakan. Boleh menyusui kalau obatnya sudah disarankan untuk ibu menyusui.
"Kalau ibunya minum obat dari dokter, pastikan ibu bilang ke dokter kalau sedang menyusui. Dokter pilihkan obatnya, tidak sembarangan memberikan obat antidepresan pada ibu yang sedang menyusui," kata dia dalam Instagram Live bersama AIMI Cirebon, Sabtu.
Tatih mengatakan, menurut penelitian, menyusui bisa melindungi ibu dari depresi dan sebaliknya, pada ibu yang tidak menyusui bayinya, lebih banyak kejadian depresinya.
"Menyusui kan skin-to-skin contact, ada kontak fisik, membuat hormon bahagia atau endorfin, jadi si ibu lebih terhibur," kata dia.
Tatih menuturkan, ibu dan bayi memiliki kelekatan yang erat dan saling mempengaruhi. Kondisi emosi ibu bisa berpengaruh pada bayi mereka.
Jika ibu merasa kesal, bukan tak mungkin bayinya akan mengalami tantrum. Ibu yang emosinya tidak stabil, biasanya bayinya akan rewel atau tidak tenang. Hal ini karena bayi membaca emosi yang ibunya tampilkan.
"Studi menunjukkan, apa-apa yang ibunya tampilkan, dia (bayi) ikuti. Ibunya marah anaknya juga tantrum. Ibunya sedih mungkin anaknya juga bisa berat badannya susah naik, perkembangannya terlambat, bisa jadi pengaruh depresinya ibu ke bayi," tutur Tatih.
Di sinilah, pentingnya orang-orang di sekitar ibu menyusui termasuk suami dan keluarga punya peranan penting. Mereka bisa membantu menenangkan sang ibu, misalnya sekedar menjadi pendengar yang baik, tidak membuat ibu kecil hati dan bicara hal positif padanya semisal dia bisa menyusui walau dalam kondisi mental kurang fit.
"Ibu perlu juga ditenangkan oleh orang di sekitarnya. Bayi butuh ibunya, ASI-nya dan sentuhannya walau ibu dalam kondisi mental kurang fit. Jadi pendengar yang baik buat dia untuk ungkapkan yang dirasakan," tutur Tatih.
Baca juga: Dokter paparkan pentingnya ASI untuk cegah bayi kerdil
Baca juga: Pentingnya dukungan moral suami bagi Maya Septha saat menyusui
Selain itu, membantu ibu mendapatkan informasi yang tepat mengenai menyusui juga bisa membantunya.
Kemudian, sekalipun di masa pandemi COVID-19 saat ini, Tatih menyarankan para ibu menyusui tetap memberi bayi mereka ASI. Ibu tak perlu khawatir risiko penularan COVID-19 pada bayi, karena belum ada data valid mengenai hal ini.
"Tetaplah menyusui, karena menyusui itu ada antibodi dari ibu. Ibu yang terkena COVID-19 tubuhnya akan bereaksi membentuk antibodi melawan virus. Antibodi ditransfer melalui ASI ke bayi. Justru nanti bayi punya zat kekebalan," kata dia.
Sembari menyusui, jangan lupakan penerapan protokol kesehatan yakni memakai masker, hindari bayi terkena cipratan droplet dari batuk atau bersin dan mencuci tangan sebelum menyusui dan menyentuh bayi.
Hal senada diungkapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kontak ibu-bayi dan menyusui harus didasarkan pada pertimbangan tidak hanya risiko potensial infeksi COVID-19 pada bayi, tetapi juga risiko morbiditas dan mortalitas terkait tidak menyusui dan penggunaan susu formula yang tidak tepat serta efek perlindungan dari kontak kulit-ke-kulit.
WHO merekomendasikan para ibu memulai atau terus menyusui. Manfaat menyusui jauh lebih besar daripada risiko potensial untuk penularan COVID-19.
Baca juga: Pekan Menyusui Sedunia, ini tips beri ASI saat pandemi COVID-19
Baca juga: Kata dokter mengenai puasa saat menyusui
Baca juga: Cara khusus Pandji Pragiwaksono bantu istri lancar menyusui
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020