"Kalau ada dari MRP yang menyatakan menolak Otsus saya pikir MRP dibubarkan saja. Toh MRP lahir dari amanah Otsus sehingga kalau Otsus tidak ada berarti MRP juga," katanya di Jayapura, Papua, Senin.
Menurut dia, baik MRP, DPRP dan eksekutif (pemerintah daerah dan provinsi) merupakan lembaga pemerintah yang menjadi komponen menggunakan anggaran otsus.
"MRP sendiri sejatinya lahir dari adanya otsus, begitu juga dengan sebutan DPRP muncul karena adanya otsus sedangkan eksekutif sebagai pihak yang menjalankan kebijakan pemerintahan dalam otsus," katanya.
Jika ada kekecewaan, ketidakpuasan yang dilontarkan selama ini sejatinya adalah hal yang wajar, namun sikap yang harus disampaikan bukanlah menolak melainkan evaluasi.
"Pemerintah Pusat bahkan Presiden Jokowi terlihat memberi sinyal untuk dilakukan evaluasi secara menyeluruh sehingga tak tepat jika kalangan elit politik yang menggunakan dana otsus justru menyampaikan menolak otsus," katanya.
George juga menyinggung kepada kalangan elit politik yang menolak otsus. Mereka menurut George, tidak boleh marah jika ada kepala daerah di Papua bisa dijabat oleh warga nusantara dan bukan orang asli Papua. Begitu juga dengan bupati dan seluruh perangkatnya karena menolak otsus.
"Bila Otsus ditolak dan tak berlaku lagi artinya semua regulasi yang lahir karena otsus juga ditiadakan. Ini berarti kepala daerah boleh siapa saja yang memimpin. Tidak ada lagi afirmatif, tidak ada lagi jatah Polisi, TNI, IPDN maupun masuk perguruan tinggi yang didominasi oleh otsus," katanya.
Menurut dia, ini harus dipahami baik, namun George tidak menyatakan Otsus bukan tanpa celah tetapi ada banyak hal yang patut dikoreksi hingga bisa lebih maksimal.
"Ini sama seperti pipa air ada yang bocor. Tentunya tidak harus ganti baru atau memotong melainkan ada upaya memperbaiki saluran yang bocor tadi.
Nah di situ maksud saya evaluasi, jadi kalau ada yang berteriak menolak, coba tanya jangan-jangan dia juga pernah menikmati tapi berpura pura tidak mendapat dampak otsus," katanya.
Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020