• Beranda
  • Berita
  • Bappenas: kebijakan standar tunggal tidak tepat di era pandemi

Bappenas: kebijakan standar tunggal tidak tepat di era pandemi

5 Agustus 2020 12:39 WIB
Bappenas: kebijakan  standar tunggal tidak tepat di era pandemi
Seorang perempuan duduk dekat pintu rumahnya dengan lampu yang menyala di daerah terpencil di Desa Kelawis Kecamatan Orong Telu, Kabupaten Sumbawa, NTB, Sabtu (25/7/2020). Desa Kelawis yang selama ini hanya bisa menikmati listrik selama 12 jam sehari, pada akhir bulan Juli 2020 akan bisa menikmati layanan listrik selama 24 jam melalui program listrik pedesaan PLN. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyatakan kebijakan one size fits all (standar tunggal) tidaklah tepat bagi Indonesia di era pandemi maupun sebelumnya karena kondisi wilayah yang berbeda karakteristik.

Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata dalam webinar "Mengelola Strategi Kolaboratif Pembangunan Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Perdesaan dan Transmigrasi", Rabu, mengatakan rencana pembangunan pun harus disesuaikan dengan karakter, potensi dan dampaknya bagi masyarakat setempat.

"Jadi harus kita sesuaikan dengan kondisi yang ada. Artinya pola kebijakan yang ada, one size fits all, tentu kurang tepat dalam konteks Indonesia, baik di era pandemi Covid-19 maupun sebelumnya. Harus ada pendekatan kewilayahan," katanya.



Baca juga: Bappenas paparkan strategi percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal

Baca juga: Bappenas umumkan daerah dengan inovasi pembangunan terbaik 2020


Oleh karena itu, pemerintah pun mencari cara baru yang bisa diterapkan, yakni collaborative governance (tata kelola pemerintahan kolaboratif) untuk mengatasi masalah kesenjangan antarwilayah desa, kota, antarkelompok penduduk maupun kesenjangan antarsektor.

Pencarian cara baru itu juga sejalan dengan arahan Presiden Jokowi untuk mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan masalah yang ada, termasuk mengenai kesenjangan antarwilayah, ketertinggalan dan kemiskinan.

"Ini bukan hal baru tapi kita mau memperdalam di sana," katanya.

Rudy menuturkan dengan tantangan yang ada di masa sulit ini, maka pemerintah akan melakukan penajaman dan penyesuaian percepatan pembangunan daerah tertinggal, trasmigrasi, perbatasan dan perdesaan hingga 2024 mendatang.

Ia juga mengajak segenap lapisan untuk memperkuat pola baru dalam pengelolaan pembangunan, yakni dengan memperkuat kebersamaan, rasa tanggung jawab dan berbagi peran dan gotong royong dalam mengatasi masalah kesenjangan. Prinsip-prinsip itu disebutnya merupakan makna mendasar dalam strategi kolaboratif.

"Dalam konteks sistem, kolaboratif mensyaratkan konektivitas lintas pembangunan, jaringan, kepercayaan dan saling ketergantungan para pihak. Ini fondasi bagi pemerintah dan pemangku kepentingan saling memahami langkah ke depan untuk menyiapkan dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk kesejahteraan bersama," katanya.


Baca juga: Pemerintah kebut pemerataan wilayah dalam RPJMN 2020-2024

Baca juga: Pemerintah akan mendefinisi ulang wilayah metropolitan

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020