Pengukuhan profesor riset yang ke-10 dan 11 di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu digelar di kantor Lapan di Jalan Pemuda Persil No.1 Jakarta serta dihadiri para pejabat lembaga itu dan tamu undangan.
Dalam sambutannya, Kepala Lapan Dr Ir Adi Sadewo Salatun Msc menyatakan, pengukuhan ini menunjukkan bahwa pengembangan sains atmosfir dan antariksa dilakukan dengan baik di Lapan. Kedua pakar telah menunjukkan kinerjanya dalam memajukan bidang sains atmosfir dan antariksa sehingga mendapatkan penghargaan tertinggi di bidang penelitian.
Menurut Adi Sadewo, Lapan sekarang tengah mengembangkan Roket Pengorbit Satelit yang rencananya akan diluncurkan pada 2014, selain Satelit Twin Mitigasi Bencana yang akan diluncurkan pada 2011 nanti.
Sekarang lembaga itu juga tengah mengerjakan tahap Feasibility Study untuk membuat Satelit Pendidikan Ki Hajar Dewantara bersama Depdiknas yang nantinya mampu memancarkan siaran pengajaran ke seluruh pelosok tanah air.
Upaya tersebut merupakan langkah mewujudkan cita-cita Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan maupun penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikenal dengan semboyannya: "Niteni, Niroke, Nambahake" yang artinya "Amati, Tiru, dan Sempurnakan".
Kepada Chunaeni Latief dan Thomas Djamaluddin, Adi Sadewo mengatakan bahwa pengukuhan ini merupakan penghargaan Pemerintah Republik Indonesia atas usaha kedua orang itu dalam mengembangkan bidang sains atmosfir dan antariksa.
"Harapan kami adalah agar saudara-saudara melanjutkan pemanfaatan kepakaran tersebut untuk terus mengembangkan bidang sains atmosfir, sains antariksa, dan secara umum kegiatan kedirgantaraan di Indonesia," katanya.
Dalam prosesi pengukuhan, profesor riset bidang opto elektronika dan aplikasi laser Dr Ir Chunaeni Latief Msc yang lahir Brebes, 24 April 1948 silam, menyampaikan orasi berjudul "Instrumentasi Satklim LPN-1A untuk Penelitian Gas Rumah Kaca (CO2) vertikal.
Sementara peneliti kelahiran Purwokerto 23 Januari 1962, Dr Thomas Djamaluddin Msc, yang dikukuhkan sebagai profesor riset bidang astronomi dan astrofisik, berorasi mengenai "Membumikan Astronomi untuk Memberi Solusi".
Chunaeni Latief dalam penelitannya mengenai emisi Gas Rumah Kaca (GRK) khususnya CO2 (karbondioksida) vertikal, bersama Lapan telah membuat model instrumentasi yang berawal dari sistem sampling. Walaupun banyak kendala yang dihadapi, namun instrumen Satklim LPN-1a telah diujicobakan di Bandung, Jabar dan Watukosek, Jatim.
Sebagai pengintegrasi beberapa pengamatan, telah dirancang sistem pemrosesan data ke pusat pengolahan dengan menggunakan komputer yang dilengkapi peralatan komunikasi GPRS (general packet radio service) dan HSDPA (high speed downlink packet access) yang memanfaatkan jaringan telepon baik wireless maupun kabel berbasis Internet.
Hasil dari pengamatan emisi CO2 dan efeknya ini dapat diakses pengguna langsung melalui Internet dan bisa dimanfaatkan dalam dunia penerbangan, kajian global warming dan kebakaran hutan, serta clean development program (CDM) dengan perdagangan karbon.
Thomas Djamaluddin dalam orasi berjudul "Membumikan Stronomi untuk Memberi Solusi" mengatakan, membumikan astronomi tentu berorientasi pada upaya mencari aplikasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan memberikan solusi bagi permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Dua hal utama lakukan Thomas adalah kajian benda jatuh antariksa di wilayah Indonesia dan tawaran solusi penyatuan hari raya umat Islam dengan penyatuan kriteria astronomis tanpa mempermasalahkan perbedaan metode hisab dan rukyat, namun tetap menunjuk pada dalil-dalil syar`i yang disepakati bersama.
(*)
Pewarta: surya
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009