• Beranda
  • Berita
  • Benarkah penderita diabetes paling rentan tertular COVID-19?

Benarkah penderita diabetes paling rentan tertular COVID-19?

6 Agustus 2020 11:13 WIB
Benarkah penderita diabetes paling rentan tertular COVID-19?
Bagi penderita diabetes tidak perlu khawatir berkunjung ke fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit meski wabah COVID-19 belum mereda (ANTARA/Ho-soho)

penyandang diabetes harus lebih waspada dan disiplin dalam menjaga kadar gula darah

Virus corona atau COVID-19 mungkin menjadi "nama" yang menakutkan bagi sejumlah kalangan, terbukti saat tes terhadap pedagang sejumlah pasar tradisional banyak yang "absen" karena khawatir disebut sebagai penyandang.

Kondisi tersebut ditambah berita-berita yang menyebut virus ini bisa mematikan apabila menghinggapi orang yang telah berusia lanjut atau memiliki penyakit penyerta seperti diabetes, jantung, hipertensi dan sebagainya.

Virus ini memang menyebar tak kasat mata mengingat media penularannya melalui sesama manusia ditambah banyak yang tidak menyadari kalau mereka telah tertular (orang tanpa gejala). Akibatnya kasus positif COVID-19 sampai dengan Rabu (5/8) telah berjumlah 116.871 orang, sedangkan yang sembuh 73.889 orang.

Virus ini tidak pandang bulu semua lapisan masyarakat ditularinya baik pejabat, pimpinan perusahaan, anggota DPR/ DPRD, kepala daerah, menteri, bahkan anggota TNI/ Polisi yang secara fisik lebih bugar juga ikut menjadi penyandang positif COVID-19.
Kepala Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta, dr. Widyastuti, MKM (Foto ANTARA/ Livia Kristianti/am)


Terakhir, di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menimpa Anggota DPRD dari Fraksi Partai Keadilan Sosial (FPKS) Dany Anwar yang meninggal akibat penyakit ini.

Pengumuman Dany Anwar meninggal akibat COVID-19 ini disampaikan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi yang juga mengumumkan meninggalnya politisi ini akibat penyakit penyerta yang dideritanya yakni diabetes.

Cemas
Meninggalnya Dany Anwar akibat tertular COVID-19, membuat sejumlah penyandang diabetes semakin cemas untuk berpergian, termasuk dalam hal ini kontrol ke dokter baik di puskesmas maupun rumah sakit.

Padahal penderita diabetes ini secara berkala harus memeriksakan kesehatannya ke dokter untuk memastikan diabetes yang dialaminya tetap terkontrol serta tidak menyerang ke organ lainnya.

Baca juga: Obat herbal bisa jadi alternatif pengobatan diabetes saat pandemi

Akhirnya para penyandang diabetes ini serba salah, di rumah saja juga tidak bijak mengingat virus ini tetap ada dan belum ada tanda-tanda berakhir atau tetap menjalani rutinitas pemeriksaan baik ke puskesmas atau rumah sakit dengan rasa cemas.

Padahal rasa cemas itu, menurut kalangan medis juga membuat imun tubuh turun.

Kepala Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta, dr. Widyastuti, MKM dalam web seminar mengenai "Dampak COVID-19 Terhadap Penderita Diabetes" mengatakan penyandang diabetes tak perlu khawatir untuk mengunjungi fasilitas kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit.

Dalam seminar yang dihadiri sejumlah penyandang diabetes di DKI Jakarta, Widyastuti menyampaikan agar warga bisa pergi ke puskesmas atau rumah sakit untuk memeriksakan kesehatannya sepanjang mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Menurut Widyastuti, diabetes merupakan penyakit yang erat sekali hubungannya dengan gaya hidup. Oleh karena itu, penyandang diabetes harus memperhatikan pola makan dan gaya hidup, melakukan olahraga yang tepat, serta mengecek kadar gula darah dengan teratur selama pandemi COVID-19 ini.

Penderita diabetes juga dianjurkan untuk segera berkonsultasi dengan dokter apabila memiliki gejala yang mirip dengan flu, seperti demam, batuk, dan kesulitan bernapas agar segera mendapatkan pertolongan yang tepat.

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai cara menjaga kesehatan selama masa adaptasi kebiasaan baru ini, Dinas Kesehatan DKI Jakarta senantiasa menyosialisasikan Gerakan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan sebagai protokol kesehatan mandiri untuk masyarakat.

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Novo Nordisk bekerja sama dalam program Cities Changing Diabetes untuk membengkokkan kurva diabetes terutama di perkotaan.

Gula darah
Diabetes adalah salah satu penyakit penyerta atau komorbiditas utama dari kasus positif dan kasus meninggal COVID-19.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia per kondisi 24 Juli 2020, diabetes menempati urutan kedua setelah hipertensi. Hal ini berarti penyandang diabetes akan lebih rentan terpapar bahkan menyebabkan kematian jika terinfeksi COVID-19.

Baca juga: Dokter sarankan diabetesi konsumsi makanan rendah glikemik saat puasa

dr. Roy Panusunan Sibarani, SpPD-KEMD, FES; Endokrin mengatakan, apabila seseorang yang memiliki penyakit diabetes terpapar virus COVID-19, maka mereka memiliki potensi lebih besar untuk mengalami tingkat keparahan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan fluktuasi level gula darah dan kemungkinan adanya komplikasi diabetes lainnya.

Dengan kata lain, penyandang diabetes harus lebih waspada dan disiplin dalam menjaga kadar gula darah senantiasa berada dalam kisaran target untuk mencegah terjadinya komplikasi. Disiplin dalam mencegah komplikasi ini tentunya juga tak hanya saat pandemi COVID-19, tetapi harus dijalankan setiap saat agar penyandang diabetes dapat beraktivitas secara normal.
Intinya jangan ragu untuk memeriksakan diri apabila kondisi badan tidak sehat (Foto HO Siloam)


Cara termudah untuk mencegah komplikasi adalah dengan menjaga kadar gula darah dalam rentang normal. Hal ini dapat dicapai dengan kepatuhan dalam menjalankan pengobatan baik dengan obat oral maupun insulin dan tetap berkonsultasi dengan dokter.

Namun, pada saat pandemi COVID-19 ini masyarakat cenderung takut untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan. Hal ini terlihat dari survey MarkPlus Industry Roundtable edisi ke-20 yang membahas institusi kesehatan selama COVID-19.

Baca juga: Kadar gula penderita diabetes naik saat COVID-19

Berdasarkan hasil survei cepat yang dilakukan, masyarakat semakin takut untuk mengunjungi rumah sakit sejak pandemi. Data menunjukkan 71,8 persen responden mengaku tidak pernah mengunjungi rumah sakit ataupun klinik sejak adanya COVID-19.

Ketakutan masyarakat untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan ini dapat mengakibatkan pasien diabetes mengurangi kepatuhan dalam menjalankan pengobatan dan memeriksa kadar gula darahnya, sehingga apabila kepatuhan ini berkurang dan gula darah naik dari kisaran target, pasien diabetes berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi di masa depan, walaupun tidak terinfeksi COVID-19, lanjut Dr. Roy.

Osy seorang penyandang diabetes mengakui ada rasa ragu untuk pergi ke puskesmas atau rumah sakit di masa pandemi ini. Namun dirinya menyadari sebagai penderita diabetes harus tetap sehat dan mengontrol kadar gula darah tetap dalam kisaran target dengan cara tetap berobat dan berkonsultasi dengan dokter.

Osy mengatakan apabila terinfeksi COVID-19 dan gula darah tidak terkontrol, akibatnya COVID-19 akan menjadi lebih berat, di sisi lain apabila menghentikan konsultasi dengan dokter dan mengabaikan kontrol gula darah, walaupun patuh di rumah saja dan terhindar dari COVID-19, risiko komplikasi tetap membayangi.

"Oleh karena itu, saya tetap pergi kontrol ke rumah sakit, tentunya dengan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku," ujar dia.

Dengan pengalaman ini diharapkan penyandang diabetes tidak perlu khawatir untuk selalu memeriksakan dirinya ke dokter. Paling penting selalu menjaga gula darah dan melindungi diri dengan 3M sesuai anjuran Pemprov DKI.

Agaknya, khawatir boleh saja, namun jangan berlebihan dan terpenting selalu waspada.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020