"Sertifikasi halal menggabungkan keduanya, yaitu istilah halalan thayyiban. Halal tidak hanya menyangkut ranah agama, tapi juga ranah sains," kata Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mastuki dalam jumpa pers daring di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Halal Watch dorong evaluasi menyeluruh kinerja BPJPH
Baca juga: Komisi VIII DPR minta kebijakan sertifikasi halal dipercepat
Dia mengatakan dalam proses keluarnya sertifikasi halal melibatkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sementara BPJPH menjadi otoritas yang mengatur lalu lintas sertifikasi halal, seperti di urusan registrasi dan administrasi.
Mastuki mengatakan secara singkat sertifikasi halal melibatkan tiga aktor penting yang terlibat, yakni BPJPH, LPH dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
LPH, kata dia, akan menjadi penyelia yang memeriksa dan mengaudit kehalalan produk yang sedang diajukan sertifikasinya. Selanjutnya MUI akan menggelar sidang fatwa terhadap produk terkait untuk ditetapkan halal atau tidak halal.
Unsur halal suatu produk, kata dia, banyak terkait dengan fikih sementara kebaikan (toyib) adalah menyangkut sains.
"Dalam suatu makanan minuman, setidaknya ada mazhab fiqih dan mazhab sains. Tapi soal fikih dan sains ini dalam urusan halal menyatu," kata dia.
Baca juga: Wapres minta DPD mediasi MUI dengan BPJPH soal UU Jaminan Produk Halal
Baca juga: Legislator minta peran BPJPH tidak hanya administrasi saja
Mastuki mengatakan sertifikasi halal tidak sama dengan labelisasi halal. "Sertifikat halal hanya sebagai alat bukan tujuan. Tujuannya adalah keridhaan Allah SWT dan keselamatan akhirat, kesadaran produsen memberikan layanan terbaik, jaminan dan kepastian kehalalan bagi konsumen Muslim dan mendukung arus baru ekonomi nasional," katanya.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020