Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga mengingatkan perkawinan anak harus dihentikan karena merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak anak.Perkawinan anak harus dihentikan untuk kepentingan terbaik bagi anak Indonesia
"Pelanggaran hak anak berarti juga pelanggaran hak asasi manusia. Karena itu, salah satu arahan Presiden kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah pencegahan perkawinan anak," kata Bintang dalam sebuah bincang-bincang daring yang diikuti dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: Perkawinan anak hambat pembangunan manusia dan SDG's
Bintang mengatakan 79,55 juta anak Indonesia wajib mendapatkan pelindungan agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Bintang mengatakan praktik perkawinan anak merupakan salah satu faktor penghambat perbaikan indeks pembangunan manusia karena memiliki dampak bagi pendidikan, kesehatan dan perekonomian anak.
Baca juga: Pemkab Wonosobo luncurkan PKSAI untuk tekan perkawinan anak
"Perkawinan anak harus dihentikan untuk kepentingan terbaik bagi anak Indonesia, mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045," tuturnya.
Bintang mengatakan proporsi perempuan usia 20 tahun hingga 24 tahun yang kawin sebelum umur 18 tahun di Indonesia pada 2020 mencapai 10,82 persen.
Terdapat 22 provinsi dengan proporsi di atas angka nasional, dengan yang tertinggi adalah Kalimantan Selatan yang mencapai 21,2 persen. Sedangkan provinsi dengan proporsi di bawah nasional sebanyak 12 provinsi dengan yang terendah adalah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta yang mencapai 3,1 persen.
Baca juga: Proporsi perempuan menikah sebelum 18 tahun ditargetkan terus menurun
Baca juga: Alissa Wahid: Anak ingin kawin karena terjebak romantisme perkawinan
"Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 menargetkan proporsi perempuan usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun menurun menjadi 8,74 persen," jelas Bintang.
Salah satu upaya untuk mencegah perkawinan anak adalah dengan mengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan batas usia kawin paling rendah bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
Melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia tersebut disamakan menjadi 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.
"Batas usia perkawinan 19 tahun ini harus terus disosialisasikan secara intensif dan masif untuk mencegah perkawinan anak," kata Bintang.
Baca juga: KPAI: Wacana perkawinan anak harus ditanggapi dengan kontrawacana
Baca juga: Menteri PPPA : Bali masuk peringkat ke-26 perkawinan anak tertinggi
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020