"Dari awal memang tidak bisa dilakukan zona, karena pesantren-pesantren tersebut tetap pada pendiriannya sejak awal," katanya saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Menag: Keterbatasan listrik di pesantren tantangan belajar daring
Ia mengatakan saat mulai muncul COVID-19, sebagian pesantren ada yang tetap buka sebagaimana biasanya tidak peduli zonanya apa. Selain itu, ada sebagian yang memulangkan dan belakangan ini mendatangkan kembali para santrinya.
Pembelajaran di pesantren secara langsung tentunya dengan memenuhi sejumlah syarat, di antaranya lokasi harus aman COVID-19, gurunya aman COVID-19, santrinya aman COVID-19 dan pesantren tersebut menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
Sejauh ini, kata dia, pesantren yang diketahui menjadi klaster COVID-19 hanya ada tiga sekolah, jika dihitung persentasenya sangat rendah, hanya nol koma sekian persen.
"Tapi penerapan itu memang lebih mudah, sebab begitu santri dan ustad masuk, mereka tidak pergi kemana-mana lagi," ujarnya.
Dengan kata lain, mereka masuk pesantren dalam keadaan sehat, di dalam keadaan sehat dan kemudian tidak boleh keluar lagi. Di tambah pula dengan penerapan protokol kesehatan yang baik, sehingga kondisi mereka aman dari COVID-19.
Baca juga: Menag tegaskan komitmen majukan pendidikan agama dan keagamaan
Baca juga: 1.400 santri Nurul Jadid asal Bondowoso mulai kembali ke pondok
Saat ini, ujarnya, untuk pesantren kemungkinan sudah hampir 100 persen yang masuk kembali ke sekolah tanpa memedulikan zona, kecuali di tempat-tempat yang tidak dibenarkan oleh pemerintah setempat.
Namun secara umum, ia mengakui dalam situasi saat ini dengan adanya pilihan pembelajaran daring atau tatap muka atau penerapan sistem gabungan antara daring dan tatap muka, tentunya ada hal yang menjadi lebih sulit.
Sebab, dengan situasi tersebut tentunya ada siswa yang akan pulang pergi ke sekolah. Kemudian mungkin saja siswa tersebut saat pergi sekolah sehat, di sekolah sehat, kemudian saat pulang malah singgah di tempat-tempat tertentu.
"Baik itu pergi berbelanja, main dengan teman atau tendang bola dulu di lapangan, pulang kena virus, lalu besoknya kembali ke sekolah dengan membawa virus. Ini salah satu yang kita khawatirkan," katanya.
Oleh karena itu, ia menekankan pada orang tua untuk memerintahkan pada anak-anaknya agar dari rumah benar-benar langsung ke sekolah dan begitu pula sebaliknya.
Selain itu, masyarakat luas dan semua pihak juga diajak untuk berpartisipasi dalam mencegah penyebaran COVID-19 serta memantau siswa yang berkeluyuran saat pergi ke sekolah atau ketika pulang kembali ke rumahnya.
Baca juga: Risma minta santri di Surabaya jalani rapid test
Baca juga: Pesantren Gontor sementara larang santri naik kendaraan umum
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020