"Secara ilmiah dalam dunia Meteorologi, fenomena awan tersebut dinamakan dengan awan arcus (ref: cloud atlas World Meteorological Organization, WMO). Di mana fitur awan Arcus dapat ditemukan di antara jenis awan Cumulonimbus dan Cumulus," katanya kepada wartawan, Selasa.
Edison mengatakan, awan arcus merupakan awan yang lazim terjadi meskipun frekuensi kejadiannya jarang, memiliki tinggi dasar awan yang rendah, serta formasi pembentukannya horizontal memanjang seolah-olah seperti gelombang.
Baca juga: Fenomena awan layaknya tsunami di Aceh akibat dinamika atmosfer
Baca juga: Fenomena awan hitam mirip gelombang tsunami gegerkan warga di Aceh
Baca juga: Fenomena awan layaknya tsunami di Aceh akibat dinamika atmosfer
Baca juga: Fenomena awan hitam mirip gelombang tsunami gegerkan warga di Aceh
Fenomena awan arcus terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan atmosfer disepanjang pertemuan massa udara yang lebih dingin dengan massa udara yang lebih hangat serta lembab, sehingga membentuk tipe awan yang memiliki pola pembentukan horizontal memanjang.
"Kondisi tersebut dapat terjadi, salah satunya karena adanya fenomena angin laut dalam skala yang luas mendorong massa udara ke arah daratan," katanya.
Ia menyebutkan bahwa fenomena awan arcus ini dapat menimbulkan angin kencang dan hujan lebat yang dapat disertai kilat atau petir di sekitar pertumbuhan awan.
Keberadaan awan ini murni merupakan fenomena pembentukan awan yang terjadi akibat adanya kondisi dinamika atmosfer dan tidak ada kaitannya dengan potensi gempa atau tsunami maupun hal-hal mistis.
"Untuk itu masyarakat diminta tetap waspada terhadap potensi kondisi cuaca buruk dan dapat selalu mengupdate informasi cuaca dari BMKG," katanya.*
Baca juga: Gunung Merapi Tak Lagi Keluarkan Awan Panas
Baca juga: Gunung Merapi Tak Lagi Keluarkan Awan Panas
Pewarta: Nur Aprilliana Br. Sitorus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020