Perempuan berusia 68 tahun itu, yang terbukti positif virus corona pada 8 Februari kemudian sembuh beberapa yang lalu, kembali positif pada 9 Agustus, seperti dilaporkan pemerintah.
Ia kini menjalani karantina serta pengobatan, dan mereka yang telah melakukan kontak dengannya dinyatakan negatif COVID-19, katanya.
Tidak ada bukti risiko penularan dari kasus yang kembali positif COVID-19, tambahnya.
Baca juga: Vaksin COVID-19 diperkirakan mulai tersedia di China akhir Oktober
Virus corona yang muncul pertama kali pada akhir tahun lalu di pasar hewan liar di Wuhan, China tengah, itu hingga kini belum ada penangkal atau vaksinnya.
Namun Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (11/8) menyatakan bahwa Rusia menjadi negara pertama yang memberikan persetujuan pemerintah terhadap vaksin yang diproduksi oleh perusahaan farmasi dalam negeri dan siap digunakan untuk mengatasi pandemi.
Atas pernyataan Putin itu, Menteri Kesehatan Amerika Serikat Alex Azar mengatakan bahwa poin penting bukan siapa yang paling cepat menghasilkan vaksin corona tapi yang penting adalah keampuhan vaksin serta keamanannya bagi orang yang divaksin.
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn juga menyatakan pesimismenya atas vaksin yang diproduksi Rusia karena tak mengikuti tahap-tahap uji klinis pada manusia secara lengkap.
Sumber: Reuters
Baca juga: 23 kasus baru corona terdeteksi di China
Baca juga: Tercatat 37 kasus baru COVID-19 di China
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020