Badan Pengawas Obat dan Makanan mengingatkan masyarakat untuk tidak terjebak dan langsung mempercayai apabila ada pihak-pihak yang melakukan klaim secara berlebihan terhadap khasiat obat herbal yang mereka produksi atau tawarkan.
“Apalagi di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini. Masyarakat hendaknya berhati-hati apabila ada pihak yang melakukan klaim berlebihan terhadap khasiat jamu atau obat herbal,” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito di sela penyerahan sertifikat pada pelaku usaha jamu gendong di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, setiap klaim khasiat produk herbal harus didasarkan pada hasil uji klinis guna menguji seluruh aspek keamanan dan etik serta didukung bukti ilmiah yang jelas.
“Jika ada yang mengatakan sebuah produk memiliki khasiat untuk pengobatan COVID-19, maka yang harus diperhatikan adalah apakah ada uji klinisnya atau tidak, dan bagaimana izin edarnya,” katanya.
Baca juga: BPOM: Jamu untuk tingkatkan imun tubuh bukan membunuh virus
Baca juga: BPOM tidak pernah keluarkan klaim jamu bunuh virus COVID-19
Dalam kasus klaim obat herbal untuk COVID-19 yang cukup viral akhir-akhir ini, Penny mengatakan, ada potensi aspek ilegal yang perlu diperdalam yaitu klaim terhadap izin edar.
“Ternyata, produk tersebut menggunakan izin edar milik pihak lain. Izin edar tersebut sedang dalam proses penarikan. Selain karena ada klaim berlebihan (over claim) di penjualan online,” katanya.
Jika izin edar untuk produk tersebut ditarik, maka produk tersebut menjadi ilegal. “Ada pasal di UU Kesehatan untuk penegakan pidana yang bisa dikenakan. BPOM pun memiliki penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk penegakan aturan ini,” katanya.
Dengan demikian, kata dia, selain sanksi administrasi berupa penarikan izin edar, juga bisa dikenakan sanksi berupa penegakan hukum.
Sedangkan untuk vaksin COVID-19 yang saat ini sedang dalam tahap uji klinis ketiga, Penny mengatakan bahwa BPOM melakukan pendampingan untuk memastikan keamanan, mutu, dan khasiat vaksin.
Pendampingan dilakukan dari berbagai aspek, yaitu sarana produksi dan dari protokol, serta proses pengujian hingga analisa untuk izin edar.
“Pendampingan pun akan dilanjutkan apabila nanti vaksin sudah diproduksi massal dan kemudian diedarkan serta digunakan untuk imunisasi ke masyarakat,” katanya.
Berdasarkan hasil uji klinis fase satu dan dua, Penny memperoleh bukti yang kuat bahwa vaksin yang dikembangkan aman dan berkhasiat. “Tentunya, kami pun optimistis dengan pengembangan vaksin ini. Harapannya, semua sesuai target,” katanya.*
Baca juga: Soal herbal Hadi Pranoto, BPOM belum setujui sebagai obat COVID-19
Baca juga: BPOM dorong pengembangan obat herbal untuk COVID-19
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020