"Itu orang-orang bule, yang ahli teknologi, IT, itu mereka work from Bali. Itu lagi kita pikirkan dan kita dorong, tinggal aturannya sekarang lagi kita buat," katanya dalam Rakerkonas Apindo virtual, Kamis.
Luhut menuturkan pemerintah akan fokus untuk mendorong kunjungan wisatawan domestik dalam upaya pemulihan pariwisata nasional. Pemerintah menargetkan untuk mendorong kontribusi wisatawan domestik hingga 70 persen dari yang saat ini sebesar 50 persen.
Baca juga: Luhut sebut reaktivasi pariwisata dorong kenaikan wisatawan domestik
"Nah masalah turis asing, saya pikir sampai akhir tahun kita belum akan menerima. Biar saja kita konsolidasi sendiri. Saya sudah lapor ke Presiden bahwa kita ini duitnya cukup banyak karena tidak ada umroh sekarang. Itu kan hampir 500 ribu-1 juta orang yang punya dana pergi umroh," katanya.
Luhut juga mengatakan pemerintah ingin bekerjasama dengan sejumlah rumah sakit internasional agar orang-orang yang biasa berobat ke Malaysia dan Singapura tidak perlu lagi ke luar negeri untuk mendapat pengobatan.
"Itu kita ingin belanjakan di dalam negeri, Rumah sakit pun kita ingin engage (terikat) dengan rumah sakit internasional seperti Mayo, Johns Hopkins atau rumah sakit terkenal lainnya, dan kita bikin di Bali," katanya.
Baca juga: Luhut minta Banyuwangi bersiap jadi tuan rumah Liga Selancar Dunia
Sejalan dengan rencana itu, Luhut mengatakan pembukaan rumah sakit internasional itu juga akan jadi jalan reformasi industri farmasi di Indonesia. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah juga tengah mempertimbangkan memberikan kemudahan akses masuk bagi orang-orang yang bisa masuk ke Indonesia, termasuk dokter internasional.
"Presiden kemarin sudah setuju, kita akan buka rumah sakit internasional. Jadi dokter-dokter kelas 1 bisa praktik dan transfer teknologi sehingga kita tidak menghabiskan pengobatan ke luar negeri. Kita sudah memprioritaskan KITAS untuk orang-orang spesifik, juga boleh ada multiple visa buat orang-orang spesifik itu untuk berkegiatan di dalam negeri," katanya.
Luhut pun menegaskan semua rencana tersebut dilakukan dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Hanya saja, pengukuran atau benchmarking tetap dilakukan ke negara-negara tetangga.
"Semua saya pikir dalam konteks kepentingan nasional. Kita benchmarking saja ke negara-negara sekitar," pungkasnya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020