• Beranda
  • Berita
  • Inspirasi rencana perjalanan liburan ke Yogyakarta

Inspirasi rencana perjalanan liburan ke Yogyakarta

16 Agustus 2020 12:03 WIB
Inspirasi rencana perjalanan liburan ke Yogyakarta
Abdi dalem mengeluarkan Kereta Kanjeng Nyai Jimat saat tradisi jamasan kereta (mencuci kereta) milik Keraton Yogyakarta di Museum Kereta Keraton Yogyakarta, Selasa (2/10). (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)
Banyak hal yang bisa dilakukan selama berdiam diri di rumah, termasuk mempersiapkan liburan dari jauh-jauh hari.

Meski belum leluasa bepergian ke tempat jauh, tak ada salahnya menyiapkan rencana perjalanan hingga ke rincian tujuan wisata yang harus didatangi. Sehingga, ketika waktunya tiba, Anda hanya perlu menyiapkan barang bawaan dan siap berangkat.

Para pelaku industri pariwisata memprediksi tujuan wisata lokal bakal jadi primadona, orang-orang akan memilih bersantai di hotel, atau pergi ke kota-kota terdekat dari rumah.

Yogyakarta adalah salah satu tujuan wisata favorit di Indonesia yang menyimpan berbagai tempat bersejarah hingga makanan lezat. Jika Anda berminat datang ke sana, rencana perjalanan liburan Yogyakarta dari tur virtual HIS Travel bisa jadi inspirasi.


Tugu Yogyakarta
Kendaraan bermotor melintas di perempatan Tugu Yogyakarta, Senin (15/9). Tugu Yogyakarta merupakan sebuah tugu atau monumen yang sering dipakai sebagai simbol atau lambang dari kota Yogyakarta yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I dan sekarang Tugu Yogyakarta merupakan salah satu ikon pariwisata Kota Yogyakarta. ANTARA FOTO/Noveradika/ss/mes/14 (ANTARAFOTO/NOVERADIKA)



Tugu Yogyakarta dibangun pada 1700-an oleh Sultan Hamengkubuwono 1. Ketika baru didirikan, bentuk tugunya berbeda dengan saat ini. Menurut pemandu wisata Siti Jumanah di tur virtual, Sabtu (15/8), tugu Golong-Gilig dulunya memiliki bagian atas berbentuk bulat seperti bola, lambang persatuan antara penguasa Kraton Yogyakarta, raja, dan rakyatnya.

"Persatuan untuk mengusir penjajah belanda, ini tak lepas dari filosofi 'Manunggaling Kawulo Gusti', persatuan raja dan rakyat tercipta atas kehendak Maha Kuasa," kata Siti.

Tugu ini runtuh pada 1867 akibat gempa bumi besar, lalu dibangun kembali oleh Belanda pada masa kekausaan Sultan Hamengkubuwono VII. Bagian atasnya dibuat berbeda, mengerucut seperti tanduk kijang.

"Belanda mengubah bentuknya untuk mengikis semangat perjuangan rakyat dan raja, tapi taktiknya gagal."

Malioboro
Tempat wajib didatangi oleh turis di Yogyakarta ini menyimpan banyak toko menarik. Suasananya pun meriah pada malam hari. Jangan lupa mampir ke pasar Beringharjo dan memborong batik, terutama buat Anda pencinta belanja.

Makan gudeg
Rasanya belum lengkap ke Yogyakarta tanpa menyantap gudeg. Ada banyak pilihan untuk pelancong, tapi salah satu yang terkenal adalah Gudeg Yu Djum yang disebut pelopor gudeg kering tanpa kuah.


Baca juga: Zonasi kuota pengunjung Malioboro mulai diterapkan

Baca juga: Batasi pengunjung, kawasan Malioboro dibagi lima zona

Baca juga: Sultan HB X akan menutup Malioboro jika protokol kesehatan diabaikan


 

Pantai Parangkusumo
Pemuka umat Hindu melakukan prosesi mendak tirta atau mengambil air suci saat upacara Melasti di Pantai Parangkusumo, Bantul, DI Yogyakarta, Minggu (11/3). Upacara Melasti yang diikuti ribuan orang tersebut bertujuan untuk mensucikan diri dalam menyambut perayaan Hari Raya Nyepi tahun baru Saka 1940 atau pada 17 Maret 2018. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/pd/18. (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)



Pantai ini dianggap sakral karena dulu disebut sebagai tempat bersemedi Panembahan Senopati yang konon melangsungkan pernikahan spiritual dengan penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul.

Sampai sekarang, banyak orang yang sengaja datang ke sana untuk berdoa atau memohon sesuatu. Anda dapat melihat prosesi adat labuhan di pantai tersebut, sebagai bentuk syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Keraton Yogyakarta
Wisatawan mengunjungi kompleks Keraton Yogyakarta, DI Yogyakarta, Selasa (14/7/2020). Pihak pengelola wisata Keraton Yogyakarta kembali membuka kunjungan wisata dengan menerapkan protokol kesehatan ketat seperti wajib menggunakan masker, mencuci tangan, pembatasan jumlah pengunjung dan durasi kunjungan maksimal 45 menit sebagai ujicoba operasional normal baru setelah tutup sejak bulan Maret 2020 akibat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc. (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)


Keraton Yogyakarta telah dibuka kembali di masa adaptasi kebiasaan baru. Namun tetap ada pembatasan pengunjung dan protokol kesehatan yang mesti dilakukan, seperti wajib memakai masker dan mencuci tangan. Menurut Siti, yang juga abdi dalem keraton, setiap pemandu maksimal hanya membawa rombongan berisi 10 orang.

Kota Gede
Petugas berada di dekat koleksi yang dipamerkan saat pameran perak bertajuk "RAJATA" Perak dan Kisahnya di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, Selasa (11/8/2020). Pameran yang digagas oleh Museum Sonobudoyo dan menampilkan ratusan koleksi kerajinan perak dari para perajin di Kotagede Yogyakarta serta dari Java Institute itu guna menggambarkan perjalanan industri perak di Kotagede. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc. (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)


Tempat ini surga untuk pencinta kerajinan perak. Menurut Siti, dulu Kota Gede merupakan ibukota kerajaan Mataram, itulah mengapa banyak pengrajin emas dan perak yang didatangkan ke sana demi memenuhi kebutuhan keraton. Para pengrajin membuat benda-benda seperti tempat nasi, piring hingga gelas untuk dipakai di keraton.

"Perak jadi bahan dasar karena bisa mendeteksi keberadaan racun," jelas dia.

Makam Raja-Raja Mataram
Wisatawan memakai pakaian Jawa yang disebut Peranakan saat akan melakukan ziarah Makam Raja-Raja Mataram, di Kotagede, Yogyakarta, Selasa (13/1). Wisatawan yang ingin melakukan ziarah ke makam Panembahan Senopati diwajibkan untuk mengenakan Peranakan dengan sewa Rp 15.000,00 per pakaian. ANTARA FOTO/Noveradika/ama/Koz/15. (ANTARA FOTO/NOVERADIKA)


Ada aturan berpakaian khusus yang harus dipatuhi pengunjung ketika mengunjungi makam para raja Mataram. Para lelaki harus mengenakan pakaian Peranakan lengkap dengan kain jarik dan sorjan, sementara tamu perempuan mengenakan kemben dan bawahan batik. Semuanya bisa disewa di sana. Namun, tempat tersebut belum dibuka untuk umum di tengah masa adaptasi kebiasaan baru.



Baca juga: Turis ASEAN jadi pasar potensial pariwisata DIY

Baca juga: Tiket Yogyakarta dan Singapura paling murah di GATF

Baca juga: Asita DIY akan ubah segmentasi pasar wisata saat "new normal"

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020