Uni Eropa telah meluncurkan proses untuk menjatuhkan sanksi kepada sejumlah pejabat Belarus yang bertanggung jawab atas kecurangan pemilu serta tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa di negara itu.
Alexander Lukashenko mengklaim kemenangan sebagai presiden dengan penghitungan resmi memberi peroleh suara 80 persen.
Dua puluh tujuh pemimpin Uni Eropa juga akan membahas dukungan lain apa yang dapat mereka berikan kepada Belarus.
Gagasan awal yang muncul termasuk memulai penggalangan dana bagi korban penindasan di sana, mendanai proyek untuk mendukung pluralisme media, memberi nasihat tentang reformasi kepolisian, meningkatkan pertukaran pelajar dengan Uni Eropa, serta memberikan akses yang lebih mudah ke pasar tenaga kerja di kelompok negara-negara itu bagi pekerja Belarus.
Polandia, Republik Ceko, tiga negara Baltik dan Denmark juga menyerukan Uni Eropa melakukan mediasi antara Lukashenko dan oposisi.
Politisi oposisi Belarus, Sviatlana Tsikhanouskaya, mengatakan pada Senin dirinya siap memimpin Belarus.
Ia menyerukan pembentukan mekanisme hukum untuk memastikan bahwa pemilihan presiden baru yang adil dapat diadakan.
Inggris, sementara itu, menganggap terpilihnya kembali Presiden Belarusia Alexander Lukashenko awal bulan ini sebagai "kecurangan".
Inggris menyatakan akan bekerja dengan mitra internasional untuk memberikan sanksi kepada mereka yang bertanggung jawab dan meminta pertanggungjawaban pihak berwenang negara itu.
"Dunia telah menyaksikan kekerasan yang digunakan oleh otoritas Belarusia untuk menekan protes damai, yang mengikuti pemilihan presiden yang curang ini," kata Menteri Luar Negeri Dominic Raab, Senin.
"Inggris tidak menerima hasil itu."
Sumber: Reuters
Baca juga: Belarus tahan 2.000 orang lebih dalam aksi protes pascapemilu
Baca juga: Petahana Lukashenko menang telak pilpres Belarus
Baca juga: Belarus duga tentara bayaran Rusia rencanakan aksi teror jelang pemilu
Pewarta: Tia Mutiasari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020