Anggota Komnas Penilai Obat Rianto Setiabudi mengatakan efek samping bukan menjadi alasan menolak obat COVID-19 jika memang nanti ditemukan.Adanya faktor efek samping bukan berarti kita menolak obat
"Adanya faktor efek samping bukan berarti kita menolak obat," kata Profesor Yanto di Jakarta, Rabu, dalam konferensi pers Dukungan BPOM dalam Pengembangan dan Penelitian Uji Klinik Obat COVID-19.
Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan bahwa jika memang benar obat COVID-19 ditemukan dan memiliki efek samping bukan berarti tidak akan dipakai.
Baca juga: Satgas COVID-19: Unair diminta jelaskan kaji etik obat kepada publik
Ia mencontohkan obat kanker saat ini juga memiliki efek samping seperti rambut rontok, gangguan kesehatan serius dan sebagainya. Tetapi penggunaan obat kanker dengan efek samping tersebut dapat menyelamatkan banyak nyawa manusia.
Yanto menegaskan efek samping obat bukanlah satu-satunya pertimbangan obat tidak dipakai. Namun, dengan pengaturan dosis obat yang proporsional maka berbagai efek samping dapat dikurangi.
Ia mencontohkan cara yang dipakai untuk mengurangi efek samping seperti mengurangi dosis obat, mengonsumsi obat setelah makan dan cara-cara lain yang relevan.
Baca juga: Pakar sebut laporan riset obat COVID-19 Unair seharusnya ke BPOM
Baca juga: Sehari setelah HUT RI positif COVID-19 tambah 1.673 jadi 143.043 kasus
"Kita harus berpikir luas," kata dia sembari mendorong adanya optimisme pengembangan obat untuk COVID-19.
Maka dari itu, Yanto mengatakan jika Indonesia memang mampu memproduksi obat COVID-19 tentu harus didukung dengan tetap memperhatikan faktor keselamatan penggunaan obat bagi masyarakat.
"Indonesia harus memperlihatkan tenaga peneliti kita mampu membuktikan penelitian kredibel yang diakui dunia dan menjaga keselamatan," katanya.
Baca juga: Seorang pengusaha di Tanjungpinang tertular COVID-19
Baca juga: Satu kecamatan di Kota Batam kembali berstatus zona merah
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020