"Tarian itu khusus disuguhkan saat kami (komunitas seniman petani Padepokan Tjipto Boedojo,Red.) merayakan tahun baru Jawa, Suro, tetapi kali ini pelaksanaan tradisi ini bertepatan dengan tahun baru Masehi, 2010," kata salah seorang pimpinan Padepokan Tjitpo Boedojo Tutup Ngisor, Bambang Santoso, di Magelang, Jumat (1/1) dini hari.
Komunitas seniman setempat menggelar tradisi puncak perayaan tahun baru dalam kalender Jawa itu setiap tanggal 15 Suro, bertepatan dengan bulan purnama.
Tradisi itu dikenal dengan sebutan "Suran Tutup Ngisor. Tutup Ngisor adalah salah satu dusun di kawasan lereng barat Merapi, terletak di Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
Pada tahun ini perayaan tersebut bertepatan juga dengan malam tanggal 1 Januari 2010. Suran Tutup Ngisor sebagai salah satu di antara empat tradisi yang wajib digelar keluarga padepokan itu sejak Tahun 1937. Tiga tradisi lainnya adalah perayaan Idulfitri, HUT RI, dan Maulud Nabi Muhammad.
Tarian yang disuguhkan oleh sembilan gadis khusus berasal dari keluarga padepokan yang berdiri sejak Tahun 1937 dimulai dengan doa sesaat mereka di makam pendiri padepokan itu, Romo Yososudarmo. Tarian Kembar Mayang berdurasi sekitar 30 menit.
Selain itu, komunitas setempat juga mementaskan wayang orang sakral semalam suntuk dengan lakon "Lumbung Tugu Mas" yang intinya bercerita tentang perjuangan keluarga Pandawa membangun kehidupan yang tenteram, damai, dan sejahtera.
Ia menjelaskan, tarian dengan gerakan penari yang terkesan lembut dan diiringi tabuhan musik gamelan itu sesungguhnya cara keluarga padepokan berdoa kepada Tuhan untuk terwujudnya kehidupan masa mendatang yang lebih baik.
"Seluruh gerakan dan iringan gamelan menjadi simbol doa keluarga padepokan terutama agar usaha pertanian memperoleh hasil yang lebih baik, jauh dari segala gangguan," katanya.
Ia mengatakan, tahun baru sebagai harapan baru bagi kehidupan manusia yang lebih baik.Masa depan, katanya, mesti disikapi secara optimistis.
"Petani pun, termasuk kami juga harus memancangkan sikap optimistis terhadap masa depan, segala persoalan tentu akan ada, tetapi juga tentu ada jalan keluar yang terbaik," katanya.
Pada kesempatan itu, katanya, seniman petani setempat juga mendoakan para pemimpin bangsa dan negara agar mampu melaksanakan amanah rakyat dalam membangun masyarakat.
Wayang orang sakral juga dimainkan oleh para seniman petani, keluarga padepokan itu dengan disaksikan secara tekun oleh masyarakat dari berbagai desa di kawasan Merapi dan sejumlah tamu dari luar kota.(*)
Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010