• Beranda
  • Berita
  • BSN: Penting konsumsi garam SNI penuhi kebutuhan iodium

BSN: Penting konsumsi garam SNI penuhi kebutuhan iodium

20 Agustus 2020 13:18 WIB
BSN: Penting konsumsi garam SNI penuhi kebutuhan iodium
Pekerja memanen garam di Desa Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (10/8/2020) . ANTARA FOTO/Umarul Faruq/pras.

SNI garam konsumsi beriodium juga membatasi kadar cemaran logam

Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengatakan pentingnya mengkonsumsi garam yang memiliki standar nasional Indonesia (SNI) untuk memenuhi kebutuhan iodium bagi tubuh manusia.

"Untuk menjamin kebutuhan iodium sebagai upaya meminimalisir potensi penyakit gondok, dalam SNI garam konsumsi beriodium dipersyaratkan kadar kalium iodat (KIO3) minimal 30mg/kg," kata Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN Wahyu Purbowasito dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Rabu.

Garam yang baik adalah garam yang cukup mengandung iodium. Kekurangan iodium dapat mengakibatkan penyakit gondok, terhambatnya perkembangan otak, serta terganggunya pertumbuhan fisik anak.

Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan tahun 2015, jumlah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) di Indonesia mencapai 706.757 penduduk dengan usia 15 tahun ke atas.

Oleh karena itu, penting mengkonsumsi garam yang memenuhi syarat mutu SNI agar terhindar dari risiko tersebut.

Untuk memastikan agar garam yang dikonsumsi oleh masyarakat dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3556:2016 garam konsumsi beriodium.

Baca juga: Tips mengenali garam beryodium
Baca juga: Serapan yodium turun, pemerintah inisiasi monitor fortifikasi garam


Selain kadar kalium iodat, SNI garam konsumsi beriodium juga mensyaratkan beberapa parameter mutu lainnya, diantaranya kadar air maksimal 7 persen, kadar natrium klorida (NaCl) minimal 94 persen (atas dasar bahan kering), serta bagian yang tidak larut dalam air maksimal 0.5 persen atas dasar bahan kering.

"SNI garam konsumsi beriodium juga membatasi kadar cemaran logam, baik kadmium, timbal, raksa, dan arsen," tutur Wahyu.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah merekomendasikan agar semua garam yang dikonsumsi harus beriodium atau "diperkuat" dengan iodium, yang penting untuk perkembangan otak yang sehat pada janin dan anak kecil serta mengoptimalkan fungsi mental masyarakat secara umum.

Target WHO menyatakan minimal 90 persen rumah tangga mengkonsumsi garam dengan kandungan iodium yang cukup.

Baca juga: Kemenko Maritim dorong fortifikasi yodium
Baca juga: Cegah hipotiroid, bayi usia tiga hari perlu di skrining


WHO telah merekomendasikan agar orang dewasa mengonsumsi kurang dari 5 gram (hanya di bawah satu sendok teh) garam per hari.

Bagi anak-anak, WHO merekomendasikan asupan garam sesuai kebutuhan tubuh mereka, dengan catatan tidak melebihi batas maksimal untuk orang dewasa.

Wahyu menuturkan konsumen diharapkan dapat memperhatikan rekomendasi dari WHO terkait konsumsi garam per hari.

"Jangan sampai karena merasa sudah menggunakan garam ber-SNI, lalu pemakaian garamnya melebihi batas rekomendasi dari WHO. Apalagi malah mencoba garam yang tidak ber-SNI, tidak ada jaminan kualitasnya" ujar Wahyu.

Standar itu disusun oleh komite teknis 71-02 Garam dan telah dibahas melalui rapat teknis, dan disepakati dalam rapat konsensus yang dihadiri oleh wakil-wakil dari pemerintah, produsen, konsumen, tenaga ahli, lembaga pengujian, lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan institusi terkait lainnya.

Diharapkan, dengan tersedianya SNI garam konsumsi beriodium, produsen dapat meningkatkan kualitas produk sesuai dengan persyaratan standar mutu yang telah ditentukan.

Baca juga: Kekurangan yodium saat hamil berisiko ganggu otak anak
Baca juga: Kemenko Maritim minta standar produksi garam ditingkatkan

 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020