Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan komoditas utama ekspor Indonesia memiliki daya saing tinggi, yang ditandai neraca perdagangan selama semester I-2020 mencatatkan surplus sebesar 8,74 miliar dolar AS.Ini sesuatu yang sangat positif di tengah situasi pandemi sekarang. Hal lain yang lebih menggembirakan, surplus perdagangan pada Juli 2020 merupakan yang tertinggi sejak 9 tahun lalu atau tepatnya Agustus 2011.
"Ini sesuatu yang sangat positif di tengah situasi pandemi sekarang. Hal lain yang lebih menggembirakan, surplus perdagangan pada Juli 2020 merupakan yang tertinggi sejak 9 tahun lalu atau tepatnya Agustus 2011," katanya di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kinerja perdagangan luar negeri Indonesia pada Juli 2020 yang surplus 3,26 miliar dolar AS.
Baca juga: Ekspor produk olahan kelapa Indonesia dinilai berprospek besar
Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Pada Juli 2020, nilai ekspor sebesar 13,72 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan nilai impor sebesar 10,46 miliar dolar AS sehingga terjadi surplus neraca perdagangan sebesar 3,26 miliar dolar AS.
Surplus pada Juli 2020 terutama dipengaruhi oleh membaiknya kinerja ekspor, khususnya ekspor non-migas, dan menurunnya permintaan impor barang konsumsi.
Baca juga: Neraca dagang positif, Erick ingin Indonesia jadi "market" mandiri
Ekspor non-migas pada Juli 2020 mencapai 13,03 miliar dolar AS atau meningkat 13,86 persen jika dibandingkan Juni 2020 yang disumbangkan ekspor sektor industri yang meningkat 16,95 persen dibandingkan Juni 2020, dengan kontribusi lebih dari 82 persen dari total ekspor.
Beberapa komoditas penyumbang ekspor di sektor industri di antaranya logam mulia, perhiasan/permata, kendaraan, besi dan baja, serta mesin dan perlengkapan elektrik.
Artinya, lanjut dia, komoditas utama ekspor Indonesia masih berdaya saing tinggi di tengah penurunan permintaan global sebagai dampak pandemi COVID-19.
"Sesuatu yang sangat positif mengingat saat ini Indonesia sedang membutuhkan sektor-sektor pengungkit agar pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 bisa lebih baik dibandingkan kuartal II-2020," imbuh Menko Airlangga.
Baca juga: Neraca perdagangan RI Juli 2020 capai 3,26 miliar dolar AS
Menurut dia, menurunnya impor barang konsumsi memang lebih besar daripada impor bahan baku/penolong.
Total nilai impor pada Juli 2020 sebesar 10,47 miliar dolar AS, dengan pangsa barang konsumsi sebesar 10,63 persen, barang modal sebesar 18,79 persen, dan bahan baku/penolong sebesar 70,58 persen dari total impor Juli 2020.
Impor barang konsumsi mengalami penurunan permintaan sebesar negatif 21,01 persen dibandingkan Juni 2020 menjadi 1,11 miliar dolar AS.
Salah satunya, kata dia, dikarenakan keberhasilan program peningkatan konsumsi barang produksi dalam negeri, di tengah penurunan permintaan domestik akibat pandemi.
"Penurunan impor bahan baku/penolong juga diharapkan memberikan peluang bagi industri/pelaku usaha dalam negeri untuk mampu memasoknya, sekaligus mengambil alih pangsa impor. Khususnya di masa-masa penuh tantangan saat ini," imbuh Menko Airlangga.
Peningkatan dialami oleh impor barang modal yang tumbuh 10,82 persen yang merupakan sinyal positif yang sejalan dengan peningkatan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang memperlihatkan aktivitas produksi juga mulai meningkat.
Surplus yang terjadi pada neraca perdagangan pada April sampai Juni 2020, kata dia, juga telah mendorong penurunan defisit transaksi berjalan Indonesia.
Laporan Bank Indonesia mencatat triwulan II-2020 defisit transaksi berjalan sebesar 2,9 miliar dolar AS atau 1,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dari defisit pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,7 miliar dolar AS.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020