"Gempa dalam ini menjadi bukti bahwa proses subduksi lempeng di bawah laut Flores-Banda masih berlangsung," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Gempa magnitudo 6,9 di Laut Banda dirasakan di Wakatobi dan Kendari
Baca juga: BMKG: Gempa Laut Banda akibat deformasi
Dia menjelaskan, gempa dalam (deep focus earthquake) dengan kedalaman sumber gempa (hiposenter) melebihi 300 kilometer di Laut Flores-Banda memang jarang terjadi.
Secara tektonik, wilayah NTT-Banda terletak di zona pertemuan lempeng. Di wilayah tersebut Lempeng Indo-Australia menyusup curam hingga sekitar kedalaman 625 kilometer.
"Patut disyukuri bahwa gempa dalam tidak akan terlalu berdampak karena percepatan getarannya sudah mengalami pelemahan (atenuasi) di permukaan bumi, sehingga tidak akan menimbulkan kerusakan dan tidak berpotensi tsunami," tambah dia.
Gempa terjadi pukul 11.09.50 WIB, memiliki magnitudo 6,9 dengan episenter terletak di laut pada jarak 165 km Tenggara Buton Selatan, Sulawesi Tenggara pada kedalaman 586 km.
Gempa tersebut memiliki spektrum guncangan dalam wilayah sangat luas yang mencakup daerah Waingapu, Mataram, Sumbawa Besar, Bima, Ende, Ruteng, Kupang, Kairatu, Banda, Ternate, Makassar, dan Tarakan.
Baca juga: Gempa magnitudo 6,9 di Laut Banda tidak berpotensi tsunami
Pusat gempa dalam tersebut berada di zona transisi mantel, akibat dipicu oleh gaya "tarikan" gravitasi pada lempeng bawah dan slab rollback. Terbukti dengan mekanisme sumbernya yang berupa sesar turun (normal fault).
Menurut dia, menjadi fenomena yang sangat menarik karena lempeng tektonik di kedalaman 410 kilometer biasanya mengalami gaya slab pull (gaya tarik lempeng ke bawah), sedangkan pada bagian di sekitar kedalaman lebih dari 600 kilometer terjadi gaya apung lempeng yang menahan ke atas (slab buoyancy), sehingga sangat menentukan mekanisme sumber gempa dalam tersebut.
Gempa dalam Laut Flores-Banda dapat dirasakan hingga Tarakan, Kalimantan Utara, hal ini akibat efek soft sedimen tanah lunak yang tebal di Tarakan. Selain itu, juga karena adanya long vibration periode/vibrasi periode panjang dari gelombang gempa.
Baca juga: BMKG sebut gempa kembar di Bengkulu akibat pemicu statis
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020