Direktur Eksekutif Inisiatif Moderasi Indonesia (InMind) Institute Yon Machmudi menilai moderasi atau sikap moderat merupakan kunci mempertemukan antara Islam dan nasionalisme.
"Moderasi di sini bukan berarti ajaran agamanya yang dimoderasi dengan menurunkan tingkat spiritualitas atau ketaatan beragama namun moderasi dalam bermuamalat atau kemampuan beradaptasi dengan sesama manusia," kata Yon Machmudi pada Seminar Kebangsaan bertema "Merajut Kebersamaan di Tengah Kebhinekaan" yang diadakan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Sabtu.
Hal itu diungkapkan Yon karena di Indonesia masih ada pandangan yang mempertentangkan nasionalisme dengan agama Islam sehingga dirinya mendorong pandangan itu dihilangkan dengan mengembangkan moderasi atau sikap moderat.
Yon dalam keterangannya menjelaskan, moderasi itu menyangkut suatu sikap adaptasi, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan dengan baik karena kalau tidak mampu beradaptasi, yang terjadi adalah kebencian kelompok yang berbeda, permusuhan, ujaran kebencian atau "hate speech", dan penghakiman.
Baca juga: Kemenag ajak kampus Islam kolaborasi telurkan jurnal ilmiah
Baca juga: Habib Syech: Islam itu sejuk, bukan membuat keributan
Baca juga: Akademisi: Pahami sejarah untuk kuatkan karakter kebangsaan
Yon yang juga menjabat sebagai Kepala Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (PSKTTI UI) itu menjelaskan, pandangan menerima perbedaan itu memiliki landasan dalam Islam, yaitu Allah SWT dalam Al-Quran menjelaskan pentingnya bersikap moderat melalui Surat Al-Baqarah ayat 143.
"Kita dijadikan Allah sebagai umat pertengahan, yang moderat, yang disebut sebagai yang moderat itu adalah umat berarti itu berkaitan dengan akhlak kita, bagaimana kita berinteraksi dengan sesama yang mungkin aspek kebhinnekaan menonjol," ujarnya.
Menurut dia, dengan moderasi diharapkan umat Islam sebagai umat pertengahan dapat bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang suku atau agama.
Yon juga menjelaskan moderasi dapat dilakukan dalam aspek politik dan demokrasi dengan cara menghormati pemimpin yang sudah dipilih seluruh rakyat.
"Pemimpin yang sah harus ditempatkan pada posisi terhormat dan diikuti walaupun boleh jadi pemimpin itu kita tidak pilih, kita tidak setujui, tapi kita sudah berikrar negara itu dalam mekanisme pemilu. Boleh jadi kita tidak memilihnya tetapi kalau sudah terpilih harus ditempatkan pada posisi terhormat dan ditaati," katanya.
Turut hadir dalam seminar tersebut antara lain Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Muhammad Fuad Nasar, Founder Aswaja Muda sekaligus Tim Penulis Fikih Kebangsaan Ahmad Muntaha dan Kepala Lembaga Mualaf Center BAZNAS Salahuddin El Ayyubi.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020