Sepuluh rektor universitas Islam negeri (UIN) menemui Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI membahas mengenai kesulitan membuka program studi baru.kampus UIN lama mengalami hambatan dalam membuka prodi umum di kampus kami
"Kami terus terang sangat berharap kepada DPD, setelah kami melihat sendiri bagaimana perjuangan DPD RI yang berhasil membantu peningkatan status sembilan kampus IAIN menjadi UIN. Nah sekarang giliran kami, kampus UIN lama, yang mengalami hambatan dalam membuka prodi umum di kampus kami,” ujar Juru Bicara 10 Kampus UIN, Prof Fauzul Imam, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu.
Dikatakan Fauzul, beberapa kampus UIN kesulitan membuka prodi ilmu sosial dan sains yang berbasis terapan. Mereka hanya bisa membuka prodi umum ilmu induk. Padahal ilmu terapan lebih dibutuhkan dalam menjawab tantangan jaman.
“Dan hal itu sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Dan niat kami memang memadukan antara ilmu agama dan sains,” urai Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten itu.
Baca juga: Sejumlah 4.230 peserta UM-PTKIN 2020 UIN Ar-Raniry ujian dari rumah
Sementara itu, Rektor UIN Imam Bonjol Padang, Prof Eka Putra Wirman mengungkapkan seharusnya tidak ada perbedaan antara perguruan tinggi negeri (PTN) dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), selama statusnya sama-sama universitas.
Seperti halnya Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan SD, Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan SMP, dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan SMA.
“Padahal kalau mau jujur, PTN yang ada sekarang tentu tidak mampu menampung semua anak bangsa yang ingin belajar di fakultas-fakultas ilmu terapan yang ada. Dan kami, UIN, selain tersebar merata di hampir semua provinsi, biaya pendidikan di UIN relatif lebih murah dan terjangkau bagi peserta didik di daerah, tanpa mengurangi mutu. Karena kami rata-rata juga terakreditasi A dan B. Ini seharusnya faktor yang juga harus dilihat,” tukas Eka.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta masing-masing kampus membuat daftar masalah yang dihadapi, untuk kemudian diserahkan kepada Komite III yang membidangi pendidikan.
Baca juga: DPD gandeng pemerintah ubah status IAIN jadi UIN
“Nanti dari situ akan kami telaah, dan kami petakan. Pada tataran kebijakan akan menjadi ranah pimpinan, dan di tataran fraksi akan menjadi tugas teknis Komite III,” kata LaNyalla.
Senada dengan LaNyalla, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menyakini apa yang diperjuangkan kampus UIN akan terwujud. Selama tolok ukurnya berdasarkan kebutuhan. Seperti halnya IAIN meningkat status menjadi UIN karena kebutuhan. Begitu pula UIN membuka prodi ilmu terapan, juga harus karena kebutuhan.
Ditambahkan Nono, memang harus ada proses untuk itu. Seperti yang pernah ia alami saat menjadi Gubernur Akademi TNI, untuk memperjuangkan kesamaan derajat antara lulusan Akademi Militer dengan Strata S1.
"Alhamdulillah akhirnya bisa. Kuncinya harus berdasarkan kebutuhan. Dan saya pikir, Presiden Jokowi berulang kali menekankan pentingnya kualitas SDM Indonesia untuk dapat melakukan lompatan. Itu saya kira salah satu kebutuhan," kata Nono.
Di tempat yang sama, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni optimistis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dapat memahami niat kampus-kampus UIN untuk membuka prodi ilmu terapan. Mengingat Mendikbud telah meluncurkan program ‘Merdeka Belajar: Kampus Merdeka’, bagi perguruan tinggi.
“Program tersebut memberikan otonomi bagi PTN maupun swasta yang berakreditasi A dan B untuk membuka prodi baru. Dengan titik tekan, prodi yang sesuai kebutuhan masa depan. Dan akan dipermudah, apabila kampus tersebut telah menjalin kerjasama dengan organisasi dunia atau 100 kampus terbaik dunia. Saya pikir UIN lebih mudah bekerja sama dengan kampus seperti Al-Azhar dan lainnya kan,” tukas senator asal DKI Jakarta itu.
Baca juga: Bebas UKT hingga keringanan diberikan bagi mahasiswa UIN Ar-Raniry
Optimisme para senator juga disampaikan Wakil Ketua DPD Sultan Baktiar Najamudin. Menurutnya selama hambatan itu masih berkisar di sektoral antar kementerian, maka DPD yakin dapat memperjuangkan aspirasi para rektor.
"Dalam kasus UIN ini kan ada tiga kementerian yang terlibat. Kemenag, Kemendikbud dan Kemenpan/RB. Selama masih dalam tataran Permen dan Kepmen, tidak terlalu sulit, " kata Sultan.
Dalam pertemuan yang dihelat Minggu petang itu, selain Rektor UIN Banten dan Padang, juga hadir Wakil Rektor UIN Bandung Prof. Rosihan Anwar dan Dr Alamsyah dari UIN Lampung.
Sedangkan pimpinan UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Mataram, UIN Walisongo Semarang, UIN Sultan Thoha Saifudin Jambi, UIN Antasari Banjarmasin, dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berhalangan hadir.
Sementara Senator yang juga hadir tampak Wakil Ketua Komite III Fadhil Rahmi Lc, Abdul Rahman Thaha dan Ajbar serta Sekjen DPD Reydonnyzar Moenek.
Baca juga: Panitia hentikan UTBK di UIN Raden Fatah Palembang karena COVID-19
Pewarta: Indriani
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020