• Beranda
  • Berita
  • Lahan pertanian warga lima desa di Besipae dipisahkan jadi hak milik

Lahan pertanian warga lima desa di Besipae dipisahkan jadi hak milik

24 Agustus 2020 12:44 WIB
Lahan pertanian warga lima desa di Besipae dipisahkan jadi hak milik
Kepala Badan Pendapatan dan Aset Provinsi NTT Zeth Sony Libing (kiri) bersama tiga tokoh adat di Besipae berpose sambil menunjukkan dokumen yang ditandatangani bersama terkait dengan kesepakatan mengakhiri konflik lahan di Pubabu Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan di Besipae, Jumat (21-8-2020). (ANTARA/HO-Laurens Leba Tukan)
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur memisahkan lahan pertanian yang selama ini sudah digarap warga pada lima desa di kawasan hutan Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, menjadi hak milik warga setempat.

"Pemerintah provinsi berkomitmen bahwa lahan-lahan pertanian pada lima desa yakni Linamnutu, Enoneten, Polo, Mio dan Oe'Ekam, yang masuk di area tanah pemerintah dipisahkan dan akan menjadi hak milik mereka," kata Kepala Badan Pendapatan dan Aset Provinsi NTT, Zeth Sony Libing, di Kupang, Senin.

Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan upaya pemerintah provinsi NTT menertibkan kawasan Hutan Besipae di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Pulau Timor, setelah diselesaikannya konflik lahan antara pemerintah provinsi dengan warga Pububu, Besipae.

Baca juga: Pemprov NTT sediakan bibit dan pupuk untuk warga Besipae
Baca juga: Bupati Timor Tengah Selatah sebut tak ada niat korbankan warga Pubabu
Baca juga: Pemprov dan tokoh adat sepakat akhiri konflik lahan di Besipae


Konflik lahan tersebut, kata dia, telah diselesaikan secara damai melalui penandantanganan kesepakatan pemerintah Provinsi NTT dengan tiga tokoh adat di Besipae dan hasilnya sudah disosialisasikan dan diterima 37 kepala keluarga yang sebelumnya digusur pada Sabtu (22/8).

Zeth menjelaskan, selanjutnya lahan pertanian yang selama ini digarap warga pada lima desa tersebut yang masuk ke dalam kawasan Hutan Besipae yang merupakan aset pemerintah provinsi seluas 3.700 hektare akan dikeluarkan dari sertifikat pemerintah sehingga menjadi hak milik warga.

"Dalam bahasa pertanahan disebut pemecahan atau pemisahan sertifikat," katanya.

Ia mengatakan, sementara untuk 37 KK yang sebelumnya digusur dalam konflik lahan tersebut telah diberikan lahan seluas 800 meter persegi untuk menjadi hak milik masing-masing KK.

"Warga yang direlokasi ini juga nantinya dilibatkan dalam program pemberdayaan ekonomi yang disiapkan pemerintah provinsi di bidang peternakan dan pertanian," katanya.

Zeth mengatakan, warga setempat juga diperbolehkan menggarap lahan di kawasan Hutan Besipae namun yang terpenting adalah mereka tidak mengklaim lahan tersebut sebagai hak miliknya.

"Jadi yang menjadi hak milik mereka ada di 800 meter persegi yang sudah kami berikan, tetapi tidak untuk kawasan hutan yang merupakan aset pemerintah provinsi," katanya.

Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020