Pemerintah pusat dalam hal ini, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perhubungan diminta untuk merevisi dua aturan terkait program tol laut.
Revisi itu terkait Permendag Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Barang yang Diangkut dalam Program Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan serta penggunaan aplikasi Logistic Communication System (LCS) untuk memantau muatan dalam kapal tol laut.
Bupati Kabupaten Morotai Benny Laos dalam webinar yang bertajuk “Transportasi untuk Merajut Keberagaman” di Jakarta, Senin menjelaskan dalam Permendag Nomor 53/2020 terdapat pembatasan jenis barang yang diangkut, sehingga dinilai sebagai kendala peningkatan muatan kapal tol laut itu sendiri dan membatasi barang-barang yang dibutuhkan di daerah.
Selain itu juga membatasi muatan balik dari daerah Timur ke Barat, sehingga potensi komoditas daerah tidak termanfaatkan secara optimal.
Baca juga: Muatan kapal tol laut Pelni meningkat 300 persen Semester I 2020
“Ada beberapa kendala sehingga peningkatan tol laut dan tujuan Nawacita belum mencapai sasaran yang sempurna. Ada regulasi yg membatasi. Peetama, Permendag 38 yang berubah menjadi Permendag 53/2020 yang mengatur pembatasan jumlah jenis barang. Saya mengusulkan klo bisa ke depan jangan mengatur pembatasan tapi mengatur yang dilarang saja, karena sangat mempengaruhi terhadap posisi petumbuhan ekonomi-ekonomi baru yang saat ini berjalan,” katanya.
Selain itu, Ia meminta kepada Kemenhub agar membuka akses LCS kepada pemodal-pemodal kecil dan pengangkutan barang bisa digabungkan.
“Selama ini pengguna tol laut hanya pemodal besar karena barang secara kolektif enggak bisa digabungkan. LCS itu agar bisa dibuka, sehingga pemodal kecil bisa menerima dampak tol laut. Sekarang hanya pemodal besar dan jenis barangnya terbatas, sehingga ada keterlambatan proses pembangunan di Morotai dan menghasilkan biaya yang tinggi,” katanya.
Sebagai contoh, Benny menuturkan, untuk membangun rumah dibutuhkan ratusan bahan bangunan, namun yang diizinkan dalam Permendag 53/2020 hanya barang tertentu.
Baca juga: Kemenhub umumkan penghargaan untuk pendukung tol laut
“Sehingga harus melalui ke Ternate dan baru ke Morotai. Ini perlu kita perbaiki bersama sama LCS agar pemodal-pemodal kecil bisa memasukan barangnya dan digabungkan ke kontainer, sehingga menambah pelaku-pelaku usaha yang baru,” ujarnya.
Namun, Benny mengakui dampak program tol laut sudah terasa di daerah, terutama di Kabupaten Morotai di mana sebelumnya pihaknya harus mengangkut barang dengan kontainer dari Ternate dengan biaya Rp40 juta, tetapi saat ini sudah ada kapal tol laut yang langsung dari Surabaya.
Terkait disparitas harga bahan pokok, Ia mengaku belum signifikan baru sekitar lima hingga 15 persen, seperti besi beton dari harga Rp90.000 menjadi Rp75.000, gula secara partai Rp14.000 menjadi rp12.000, beras dari Rp12.000 menjadi Rp9.500 dan minyak goreng Rp12.500 menjadi Rp12.000.
“Dengan adanya tol laut, secara otomatis menghasilkan penurunan harga barang, namun saya harus jujur penurunan yang terjadi di Morotai belum signifikan,” katanya.
Meski demikian, Benny menuturkan daerahnya sudah berhasil mengisi muatan balik tol laut, yakni dari hasil perikanan dan perkebunan.
“Sebelum ada tol laut ikan tuna itu Rp25.000 per kilogram, setelah ada tol laut di kisaran Rp37.000-Rp38.000 per kilogram itu sebelum pandemi. Setelah pandemi pun masih berjalan walaupun ada penurunan harga barang. Kebijakan tol laut betul-betul terasa bagi kami, sehingga pengiriman produk Morotai menuju ke Surabaya mendapatkan ‘income’ (pendapatan) bagi masyarakat,” katanya.
Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Kemenhub Capt Wisnu Handoko sebelumnya menjelaskan sistem LCS digunakan untuk memantau data muatan dengan, sehingga akan menghilangkan penyimpangan Standard Operating and Procedure (SOP) atau mekanisme penyelenggaraan program Tol Laut.
“Oleh karena itu, implementasi pelaksanaan SOP pengiriman barang akan diperketat dengan meregistrasi sesuai KTP dan NPWP,” katanya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020