Cecep dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan Teknik Guludan terkait dengan urgensi keberadaan ekosistem mangrove di Kawasan Pantai Provinsi DKI Jakarta.
Teknik Guludan merupakan teknik membentuk area tertentu untuk ditanami mangrove yang dibatasi oleh tonggak bambu. Teknik Guludan dalam rehabilitasi magrove sendiri telah dilakukan sejak tahun 2005.
Teknik Guludan pernah dilakukan uji coba di kawasan hijau binaan tol Sediyatmo Jakarta yang diinstruksikan langsung oleh Gubernur Sutiyoso dengan jumlah total 60 Guludan.
Baca juga: Fahutan IPB Temukan Teknik "Guludan" Rehabilitasi Mangrove
Baca juga: Pelindo 1 tanam 2020 bibit mangrove
Hingga saat ini, Teknik Guludan tersebut telah dikembangkan dan dipraktikkan secara massal baik oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM), Dinas Pemerintah, hingga kegiatan corporate social responsibility (CSR) perusahaan swasta dan telah mencapai hingga hampir 700 Guludan.
Cecep menyebutkan bahwa tantangan dalam Teknik Guludan tersebut adalah kedalaman air yang beragam sehingga harus ada teknologi tepat guna yang mudah dipraktikkan. Pembuatan Guludan menggunakan bahan lokal, yaitu tanah mineral dari daerah Tangerang yang per petak ukurannya 1,5 x 2 meter dan menghabiskan waktu hingga empat hari oleh delapan orang pekerja.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, Prof Cecep menemukan bahwa semakin sempit jarak tanam maka semakin besar pertumbuhan tinggi semai yang dihasilkan. “Untuk di tapak-tapak khusus seperti ini, kita itu bisa menerapkan jarak tanam yang sempit, yang pendek. Jadi artinya paling lebar itu 1 x 1 meter, karena kalau lebih dari 1 x 1 meter, survival ratenya kecil,” ujarnya.
Hasil penyemaian yang baik didapatkan dari tanah dengan salinitas yang ideal, yaitu kurang dari 20 ppm. Selain itu bergantung dari tanah yang dipakai. Bila kurang baik, maka semaian akan menguning dan banyak gulma.
Percobaan lanjutan dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, yaitu dengan menyemprotkan reagen yang mengandung rock phospat dan HSC. Di samping itu perlu ada penyiangan, minimal tiga kali, namun Ia mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan memang cukup besar.
“Jadi sebenarnya, untuk daerah DKI di kawasan hutan tol Sediyatmo, teknik rehabilitasi sudah kita temukan, sekarang tinggal dananya,” ujarnya.
Untuk tiap penyiangan memerlukan biaya 24-25 juta per petak karena biaya penanamannya yang tinggi. Kendala lainnya adalah kurangnya lahan untuk rehabilitasi yang saat ini hanya tersisa sekitar tiga hektar. Maka dari itu, komitmen pemerintah akan pemeliharaan mangrove yang terkendala dana yang terbatas perlu diperhatikan.*
Baca juga: Peringati Hari Konservasi Alam Nasional, KLHK aksi bersih TWA Angke
Baca juga: Pemerintah Bangka Belitung berupaya pulihkan kawasan hutan mangrove
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020