"Dari informasi terakhir, tadinya vaksin COVID-19 yang ada ini berlaku untuk usia pada 18 tahun sampai 59 tahun, tetapi dari konfirmasi terakhir usia di atas 59 sudah bisa menerima vaksin ini," ujar Erick dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, vaksin COVID-19 itu memiliki jangka waktu antara enam bulan hingga dua tahun. "Jadi bukan vaksin yang disuntik selamanya," ucapnya.
Ia menambahkan, untuk vaksin COVID-19 usia di bawah 18 tahun, termasuk anak-anak masih terus dikembangkan dan berproses.
Baca juga: Erick Thohir: Nanti ada vaksin COVID gratis, mulai awal 2021
Saat ini, Erick Thohir yang juga Menteri BUMN mengatakan, BUMN farmasi Indonesia telah melakukan kerja sama dengan sejumlah perusahaan internasional, seperti Sinovac dari China dan perusahaan asal Uni Emirat Arab (UEA), G42 untuk mengembangkan vaksin.
"Dengan Sinovac, kita menekankan bahwa kita ingin bekerja sama tidak hanya dalam proses memproduksi tetapi juga kita ingin adanya transfer teknologi untuk penggunaan atau juga producing daripada vaksin COVID-19 ini," katanya.
Sementara dengan G42, lanjut dia, fokus pada pengembangan produk vaksin COVID-19 dan juga cakupan produk farmasi, layanan kesehatan, riset dan uji klinis, serta pemasaran dan distribusi.
"G42 memang pada saat ini sudah melakukan uji klinis sendiri di UEA kepada 45 ribu relawan dari 85 suku bangsa. Karena itu kami mengutus tim ke UAE sebagai reviewer untuk mensinkronisasikan sistem. Saya mendapat laporan sistemnya berjalan dengan baik dan sepertinya BPOM kita bisa menerima uji klinis yang berjalan di UEA," katanya.
Baca juga: Erick Thohir: 15 juta orang bisa dapat vaksin COVID-19 pada akhir 2020
Dalam kesempatan itu, Erick juga mengatakan bahwa selain dengan perusahaan dua negara itu, pihaknya juga melakukan kerja sama dengan perusahaan lainnya.
"Kami tidak berhenti di dua negara itu, kami juga tetap mengontak kerja sama dengan negara-negara lain. Bio Farma dengan AstraZeneca dari Eropa ataupun dari Amerika Serikat bersama Bill & Melinda Gates Foundation yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan Amerika Serikat tetap kita lakukan," paparnya.
Di sisi lain, Erick mengatakan, Indonesia juga berupaya mengembangkan vaksin merah putih.
"Dari pengalaman yang sudah berjalan selama ini, kita juga punya kapasitas, cuma memang karena ini penyakit baru kita belum bisa mendapatkan teknologinya," ucapnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020