Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi meminta pemerintah pusat ikut turun tangan menyelesaikan persoalan masyarakat adat Laman Kinipan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, karena kekhawatiran memunculnya konflik horizontal.
"Kekhawatiran kami konflik horizontal terjadi. Kita ada trauma sejarah yang terjadi di Kalimantan Tengah (Kalteng). Masyarakat Dayak dari berbagai tempat di Kalteng sudah kirim pesan akan ke sana (Lamandau)," kata Rukka dalam konferensi pers daring Komite Nasional Pembaharuan Agraria (KNPA) yang diakses dari Jakarta, Kamis.
Kekhawatiran konflik horizontal dapat terjadi di wilayah adat Laman Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, menurut Rukka, muncul setelah penangkapan Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing oleh aparat kepolisian atas dugaan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang terjadi di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT SML di Lamandau.
Rukka mengatakan, persoalan tersebut semestinya tidak terjadi apabila konflik lahan yang ada sejak 2012 dapat segera diselesaikan pemerintah dan pihak terkait lainnya. Dirinya tidak bisa menyalahkan terbentuknya solidaritas masyarakat adat di sana mengingat sudah bolak-balik meminta pertolongan ke Komnas HAM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) hingga Kantor Staf Presiden (KSP) untuk menyelesaikan persoalan wilayah adat tersebut, namun hingga saat ini belum terlihat ada perubahan.
"Sudah ke Komnas HAM, sudah keluarkan rekomendasi tapi kan otoritas mereka memang dibatasi. Ke KLHK ke bagian sengketa, jawabannya mereka harus komunikasi ke bupati. KSP sudah panggil bupati, bahkan sudah ke sana (Lamandau), tapi tidak ada jalan keluar. Itu memicu demo dan muncul penolakan," ujar Rukka.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mengatakan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan AMAN sudah mencoba membantu memetakan wilayah masyarakat adat agar segera dapat diakui. Karena selama masyarakat hukum adat dan wilayahnya tidak diakui maka konflik terus terjadi, entah sampai kapan.
Terkait kasus Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing dan lima lainnya yang menimpa masyarakat adat Laman Kinipan, ia berharap segera ada pembebasan dan akses pendampingan dari pengacara. Selain itu, KLHK perlu turun tangan untuk melakukan aksi korektif dalam persoalan konflik di wilayah adat tersebut.
Sebelumnya video penangkapan paksa Effendi Buhing oleh aparat bersenjata lengkap ramai beredar di media sosial. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono membantah informasi di media sosial yang menyebut polisi menangkap Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan tidak sesuai prosedur yang berlaku.
"Tidak benar kalau kepolisian (menangkap) tidak sesuai prosedur. Kami profesional dan tetap memberikan hak jawab kepada semua karena pada prinsipnya semua sama di depan hukum," kata Irjen Argo saat dihubungi ANTARA.
Ia mengatakan saat ini Effendi masih menjalani pemeriksaan awal di kepolisian. Penangkapan tersebut berdasarkan pengembangan perkara dari kasus dugaan perampasan gergaji mesin yang digunakan dua karyawan PT SML oleh empat masyarakat adat Laman Kinipan yang kini menjadi tersangka.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Tengah Dimas Hartono mengatakan akan melakukan pendampingan dan belum tahu apakah akan mengajukan praperadilan karena belum mengetahui keberadaan Effendi. Pendampingan juga akan dilakukan untuk keluarga yang syok dan terpukul atas penangkapan paksa tersebut.
Ia berharap Komnas HAM dapat turun langsung terkait kasus tersebut dan bertindak cepat, kementerian terkait juga tidak tinggal diam. Evaluasi proses perizinan di Kalimantan Tengah perlu dilakukan, karena tutupan padat hutan terlihat jelas di Kinipan dengan diameter pohon yang besar dan keanekaragaman hayati yang belum banyak mengalami kerusakan.
"Dulu di Kinipan tidak pernah terjadi banjir. Tapi dua tahun ini terjadi banjir, padahal lokasi mereka di hulu. Evaluasi izin penting dilakukan pemerintah, audit lingkungan perusahaan, selesaikan akar konflik di sana," ujar dia.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020