"Dalam program PEN, BNI sampai dengan 24 Agustus 2020 telah menyalurkan kredit senilai Rp12,03 triliun, atau setara dengan leverage sebesar 2,4 kali dari dana yang ditempatkan pemerintah senilai Rp5 triliun," kata VP Investor Relations BNI Roekma Hariadji saat paparan publik secara virtual di Jakarta, Jumat.
Mayoritas dana tersebut disalurkan ke sektor usaha kecil, yakni senilai Rp6,95 triliun atau 57,8 persen dari kredit yang dikucurkan dalam rangka PEN. Kredit yang terkucur di sektor kecil terutama mengalir ke sektor perdagangan, pertanian, dan sektor jasa.
"BNI memonitor dengan ketat pengucuran kredit PEN, untuk memastikan kualitas kredit tersebut," ujar Roekma.
Baca juga: BNI genjot KUR klaster dorong percepatan pemulihan ekonomi
Selain menyalurkan kredit dari dana PEN, BNI juga kembali ditunjuk pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), untuk menyalurkan Bantuan Presiden (Banpres) Produktif bagi pelaku usaha mikro. BNI dipercaya oleh Kementerian Koperasi dan UKM untuk menyalurkan Bantuan Presiden Produktif bagi pelaku usaha mikro sebesar Rp 2,4 juta per orang.
Untuk tahap pertama, Kementerian Koperasi dan UKM, bekerja sama dengan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM sebagai lembaga pengusul, menetapkan 316 ribu lebih penerima bantuan pelaku usaha mikro yang disalurkan melalui BNI.
Rooekma menuturkan, BNI dipilih menjadi bank penyalur karena mampu menyediakan sistem penyaluran yang terintegrasi dengan baik, dari pembukaan rekening secara kolektif sampai tahap monitoring pencairan. BNI juga mampu memberikan kemudahan penerima dalam proses pembuatan rekening (dengan sistem burekol atau buka rekening kolektif) sehingga para penerima hanya perlu melakukan proses aktivasi rekening sebelum buku tabungan dan kartu debit dapat diambil di outlet BNI.
Selain itu, BNI juga telah menyalurkan dana Program Bantuan Subsidi Upah/Gaji bagi pekerja atau buruh dengan total sebesar Rp1,09 triliun kepada 912.097 penerima untuk tahap pertama.
Baca juga: BNI beri modal usaha Rp2 juta tanpa agunan bagi 1.000 UMKM di Sultra
Di sisi lain, lanjut Roekma, BNI juga berfokus pada bisnis internasional. BNI terus berupaya menjadi gerbang pembiayaan perdagangan dan investasi internasional (trade finance and investment gateaway) yang terdepan, dengan menyediakan pendanaan internasional.
"Melalui upaya-upaya tersebut, segmen bisnis internasional tercatat tumbuh impresif, meski di tengah pandemi, dengan pertumbuhan sebesar 17,1 persen (yoy), menjadi Rp2,2 triliun, dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,81 triliun," kata Roekma.
Kantor cabang di luar negeri membukukan lonjakan laba sebelum pajak sebesar 77,2 persen menjadi Rp907,4 miliar, didukung pendapatan jasa yang melesat 34 persen dan pembiayaan atau kredit internasional yang mencapai Rp62,45 triliun.
Penyaluran kredit BNI tersebut ditopang oleh kinerja penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK). BNI membukukan likuiditas yang cukup guna mendanai ekspansi. Pada paruh pertama 2020, perolehan DPK mencapai Rp662,38 triliun, atau tumbuh 11,3 persen secara
tahunan (yoy), dari Rp595,07 triliun pada paruh pertama 2019.
Pertumbuhan DPK tersebut lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan DPK di industri per Juni 2020 yang tumbuh 7,95 persen (yoy). Roekma mengatakan, hal itu menunjukkan bahwa BNI masih memiliki kelonggaran likuiditas, yang terkonfirmasi dari rasio kredit terhadap DPK (LDR) yang berada di level 87,8 persen. Demikian juga dengan rasio kecukupan likuditas (LCR) sebesar 189 persen, atau terus membaik dari posisi akhir 2019 yang sebesar 182 persen.
"Limpahan likuiditas tersebut memungkinkan BNI untuk terus melakukan ekspansi kredit. Pada saat perekonomian terkontraksi 5,23 persen (yoy) sepanjang semester pertama tahun 2020 karena dampak pandemi COVID-19, BNI tetap menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik, dengan pertumbuhan yang selektif dan terukur," ujar Roekma.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020