“(Keputusannya) itu tidak bisa hanya Kementerian Pertanian, tapi harus komprehensif. Artinya harus ada pengkajian terlebih dahulu dengan Kementerian Kesehatan, Kejagung, BNN dan Polri,” kata Dedi, di Kabupaten Purwakarta, Jabar, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan setelah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menetapkan ganja masuk dalam daftar tanaman obat, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian yang ditandatangani pada 3 Februari 2020.
Baca juga: Kementan cabut penetapan ganja sebagai tanaman obat
Menurut Dedi, dalam pandangan hukum, hingga saat ini ganja masih masuk dalam katagori narkotika golongan I seperti sabu-sabu, kokain dan heroin.
“Jadi bisa dipahami kalau ganja ini memiliki implikasi hukum dalam penggunaannya,” kata dia.
Mantan Bupati Purwakarta ini menyontohkan, beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia dihebohkan dengan penangkapan seorang pria karena kedapatan menanam ganja.
Baca juga: Kementan siap revisi ketetapan ganja sebagai tanaman obat
Pria tersebut sebenarnya menanam ganja hanya untuk kebutuhan obat istrinya, tetapi tetap saja harus berurusan dengan hukum.
“Kalau sekarang ganja menjadi tanaman obat, maka harus dimulai dengan perubahan undang-undang dan harus dikaji terlebih dahulu secara komprehensif. Tidak bisa sepihak memutuskan,” katanya.
Dedi berharap agar Menteri Pertanian melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum dan kementerian terkait seperti Kementerian Kesehatan sebelum membuat sebuah keputusan.
Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020