Kantong belanja bioplastik bukanlah solusi bagi penggunaan wadah belanja ramah lingkungan yang sudah diwajibkan beberapa daerah termasuk di DKI Jakarta, kata Fajri Fadhillah dari Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL).Saya menyimpulkan bioplastik tidak bisa kita anggap sebagai produk ramah lingkungan, baik dalam bentuk kantong belanja maupun produk lain," ujar Fajri.
Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan ICEL itu memberi contoh bahwa dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019, terdapat unsur bahwa yang diperbolehkan sebagai kantong belanja ramah lingkungan harus berguna ulang dan dapat didaur ulang.
"Bioplastik itu bermasalah dengan dua karakteristik ini dan pada akhirnya saya menyimpulkan bioplastik tidak bisa kita anggap sebagai produk ramah lingkungan, baik dalam bentuk kantong belanja maupun mungkin produk lain," ujar Fajri dalam konferensi pers virtual tentang efektivitas kewajiban kantong belanja ramah lingkungan DKI Jakarta oleh Aliansi Zero Waste, yang dipantau dari Jakarta, Senin.
Baca juga: Gubernur Jateng dorong penggunaan plastik ramah lingkungan
Menurut Fajri, bioplastik tidak sesuai dengan makna pengurangan sampah yang ingin dicapai oleh Pergub yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat dan mulai berlaku per 1 Juli 2020 itu. Bioplastik tidak dirancang untuk dipakai berulang kali, dilihat dari pesan pemasarannya yang memakai istilah "biodegradable" atau "compostable".
Dengan pesan itu, menurut dia, para pemasar masih mendorong budaya sekali pakai yang ingin dihindari lewat Pergub itu. Padahal, klaim biodegradable yaitu dapat dengan mudah terurai di alam atau dapat menjadi bahan kompos di level rumah tangga masih tidak lepas dari masalah.
Bioplastik adalah plastik yang terbuat dari tumbuhan atau bahan bersifat biologis lain, buat dari minyak bumi pada plastik umum. Bahan pembuat bioplastik seperti Poli asam laktat yang berasal dari jagung dan tebu.
Baca juga: Peneliti LIPI manfaatkan limbah sawit jadi bio-oil dan bioplastik
Penguraian bioplastik membutuhkan waktu yang cukup lama serta memiliki dampak besar dan pada kenyataannya membutuhkan proses industri untuk bisa didaur ulang.
Bioplastik yang sudah tidak terpakai harus diproses di TPA terlebih dahulu karena membutuhkan panas dengan suhu tinggi untuk memungkinkan mikroba mengurainya. Tanpa panas bersuhu tinggi itu, bioplastik tidak akan mampu terurai dengan alami baik di TPA maupun ketika diproses menjadi kompos di tingkat rumah tangga.
"Jadinya niatan awal penyusun Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang penggunaan kantong belanja ramah lingkungan itu jadi tidak terlaksana. Upaya penggunaan kembali produk itu tidak terlaksana, sedangkan yang ingin kita hindari adalah budaya sekali pakai (throw away)," tegas Fajri.
Baca juga: Bioplastik segera jadi standar kantong plastik ekolabel
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020