Keberadaan duta masker saat sekarang ini diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan COVID-19, kata sosiolog dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Tri Wuryaningsih.Kalau yang ngomong itu hanya pejabat, orang-orang akan menganggap hal biasa. Tetapi kalau yang ngomong ini orang yang punya pengaruh seperti "influencer" itu akan menjadi hal yang luar biasa
"Duta itu adalah 'influencer' yang memang punya daya pengaruh yang kuat, misalnya Atta Halilintar. Dia kan 'influencer' ketika diminta menjadi duta ini (masker), akan banyak yang merespons, mengikuti," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Menurut dia, pemilihan duta masker dan lain-lain sebetulnya dalam sosiologi merupakan cara mengkomunikasikan sesuatu agar efektif.
Oleh karena itu, kata dia, pemilihan duta masker perlu dilakukan tidak hanya di tingkat nasional, juga di daerah-daerah guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan masker sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19.
"Kalau yang ngomong itu hanya pejabat, orang-orang akan menganggap hal biasa. Tetapi kalau yang ngomong ini orang yang punya pengaruh seperti 'influencer' itu akan menjadi hal yang luar biasa," katanya.
Terkait dengan hal itu, Triwur -- panggilan akrab Tri Wuryaningsih -- mengatakan dalam pemilihan duta masker perlu mempertimbangkan kelompok mana yang akan dijadikan sasaran sehingga mereka dapat mengikuti omongan sang duta.
Dia mencontohkan jika kelompok yang menjadi sasaran adalah generasi milenial, tentunya yang dijadikan duta masker berasal dari kalangan mereka yang juga sebagai "influencer".
"Itu sebenarnya merupakan cara bagaimana memengaruhi perilaku masyarakat. Kan bisa jadi seperti anakku, diberi informasi oleh ibunya sulit, tetapi kalau disampaikan orang lain, dipengaruhi sama orang yang jadi idolanya, dia manut dan patuh," katanya.
Lebih lanjut, dia mengakui tingkat kesadaran masyarakat Kabupaten Banyumas dalam menggunakan masker saat ini beraktivitas tergolong bagus.
"Kalau Banyumas itu relatif lebih bagus, artinya di tempat saya, RT, orang keluar mau belanja saja pakai masker. Tapi di luar daerah, saya kemarin berkunjung di tanah kelahiran saya, di Magelang, orang-orang berkumpul malam 17-an (malam peringatan HUT RI, red.) tanpa masker semua," katanya.
Menurut dia, masyarakat Banyumas lebih disiplin dalam menggunakan masker saat melakukan berbagai aktivitas terutama di luar rumah.
Ia menduga hal itu disebabkan Pemerintah Kabupaten Banyumas telah menerapkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit di Kabupaten Banyumas yang di dalamnya mengatur sanksi tindak pidana ringan (tipiring) berupa denda maksimal sebesar Rp50 ribu atau kurungan selama tiga bulan bagi warga yang tidak menggunakan masker saat beraktivitas.
"Pemkab Banyumas sendiri gencar operasi masker yang didukung dari kecamatan-kecamatan, ini juga sangat memengaruhi masyarakat untuk disiplin menggunakan masker," katanya.
"Bisa jadi, orang itu memakai masker karena takut ada razia, atau memang betul-betul memakai masker atas kesadaran mereka sendiri karena takut COVID-19," kata Triwur yang juga Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan dan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PKBGA) Kabupaten Banyumas.
Terkait dengan hal itu, jika masyarakat menggunakan karena takut terkena razia, bukan karena kesadaran diri terhadap bahaya COVID-19, perlu diberi pemahaman terus-menerus oleh pihak lain termasuk duta masker, demikian Tri Wuryaningsih.
Baca juga: Satgas COVID-19: Pejabat publik harus konsisten gunakan masker
Baca juga: Kekuatan masker cegah penularan COVID-19 tak melulu soal cara pakai
Baca juga: Seruan mempromosikan masker dari Presiden
Baca juga: WHO: Anak 12 tahun ke atas harus gunakan masker seperti orang dewasa
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020