COVID-19 dan kepesertaan BPJS Kesehatan

31 Agustus 2020 21:00 WIB
COVID-19 dan kepesertaan BPJS Kesehatan
Seorang pria mengamati papan informasi BPJS Kesehatan di Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri). (ANTARA/Ogen)
Pandemi COVID-19 di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menyebabkan masyarakat kesulitan secara ekonomi dan finansial, karena tidak sedikit dari mereka yang kehilangan pekerjaan sejak wabah melanda pertama kali di daerah itu pada pertengahan Maret 2020.

Dari catatan Dinas Pariwisata Provinsi Kepri, misalnya, terdapat sekitar 14.000 pekerja sektor wisata, seperti travel dan perhotelan yang terkena imbas PHK, dirumahkan, hingga memperoleh setengah dari gaji pokok di perusahaan tempat bekerja.

Harus diakui, industri pariwisata lumpuh total sejak COVID-19, sehingga berdampak pada minimnya kunjungan wisatawan mancanegara ke daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura itu.

Sektor pariwisata selama ini diketahui memberikan andil besar dalam menggerakkan roda perekonomian di Kepri, apalagi pada akhir tahun 2019 daerah ini menduduki posisi kedua se Indonesia sebagai provinsi dengan kunjungan wisman tertinggi setelah Bali.

Politisi PKS di DPRD Kepri, Wahyudin, mengaku, prihatin dengan kondisi pekerja wisata yang terkena dampak COVID-19. Tapi, pemerintah mulai tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota sudah berupaya keras menangani dampak sosial ekonomi melalui program stimulus ekonomi, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), sembako, hingga program padat karya tunai.

Lebih dari itu, ia pun berharap pemerintah tidak membebankan masyarakat di saat situasi sulit, salah satunya menyangkut pembayaran iuran wajib BPJS Kesehatan di kala pandemi.

Fraksi PKS mulai dari tingkat pusat dan daerah, katanya, getol mendorong BPJS Kesehatan membebaskan pembayaran iuran peserta terdampak COVID-19, khususnya bagi pekerja terkena PHK maupun dirumahkan, sampai mereka memperoleh pekerjaan kembali.

Baca juga: Bantuan iuran JKN-KIS dan peningkatan layanan saat pandemi


Bebaskan iuran

Jangankan untuk membayar iuran BPJS, saat ini buat hidup sehari-hari saja mereka cukup kesulitan, sebab tidak lagi punya penghasilan tetap atau penghasilan jauh menurun setelah adanya COVID-19.

“BPJS Kesehatan dan pemerintah perlu membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) supaya iuran peserta dibebaskan selama pandemi COVID-19,” kata Wahyuddin di Tanjungpinang, Senin (31/8).

Pihaknya pun turut menyuarakan supaya kenaikan iuran BPJS Kesehatan sesuai Perpres No.64/2020 yang telah ditandatangani Presiden RI Joko Widodo dapat ditinjau kembali karena dikhawatirkan semakin membebani masyarakat saat pandemi ini.

Dalam Perpres itu, lanjut dia, iuran BPJS Kesehatan ditetapkan naik mulai Juli 2020, Agustus dan seterusnya, dengan rincian kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp150.000, kelas II Rp50.000 menjadi Rp100.000, dan kelas III Rp42.000.

"Belum waktunya pemerintah menaikkan iuran, sebab masyarakat bakal sulit membayar, takutnya banyak yang menunggak," ucap Wahyudin.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepri, Raden Hari Tjahyono, mendorong pemerintah membantu warga tidak mampu membayar iuran BPJS ke dalam segmen peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang memang tidak memiliki kemampuan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan sudah seharusnya dibayarkan oleh negara,” ujarnya.

Gubernur Provinsi Kepri, Isdianto, mengimbau masyarakat tidak mampu bayar iuran BPJS melapor ke pemerintah melalui Dinas Sosial setempat supaya bisa dibantu Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat.

Pemprov Kepri, kata Isdianto, baru saja meluncurkan bantuan subsidi BPJS Kesehatan kepada 2.822 masyarakat kurang mampu di Kabupaten Natuna dan Pulau Tambelan, Kepri

"Kita lakukan secara bertahap karena keterbatasan dana APBD. Tapi jangan khawatir, Pemda akan ambil peduli terhadap warga tidak mampu yang belum tercover BPJS Kesehatan," tuturnya.

Baca juga: Pengamat: Tidak tepat iuran BPJS Kesehatan naik saat pandemi COVID-19


Relaksasi tunggakan

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang, Kepri, Agung Utama Muchlis, mengklaim di masa pandemi, tidak ada penurunan kolektibilitas secara signifikan.

"Angka kolektabilitas untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) relatif stabil," ujar Agung.

Sampai saat ini, kata Agung, terdata jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang yang membawahi lima kabupaten/kota per Juli 2020 sebanyak 514.169 (84.66%), terdiri dari Kota Tanjungpinang 193.038 orang, Kab Bintan 120.342 orang, Kabupaten Lingga 77.123 orang, Kabupaten Natuna 78.823 orang, dan Kabupaten Anambas 44.843 orang.

Dalam rangka memberikan keringanan finansial bagi peserta JKN-KIS dalam masa pandemi Covid-19, BPJS Kesehatan memberikan relaksasi pembayaran tunggakan iuran bagi peserta segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU BU) yang memiliki tunggakan lebih dari 6 bulan.

“Relaksasi pembayaran iuran di tengah pandemi Covid-19 ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

*Program ini memberikan keringanan pembayaran tunggakan bagi peserta PBPU dan PPU BU yang memiliki tunggakan lebih dari 6 bulan tunggakan iuran dengan sisa tunggakan yang wajib dilunasi paling lambat Desember 2021,” ucap Agung.

Dia menambahkan program relaksasi tunggakan diberikan sampai dengan Desember 2020 dan sisa tunggakannya harus dilunasi paling lambat sampai dengan Desember 2021.

Adapun besaran tunggakan yang dibayarkan paling sedikit 6 bulan tunggakan dan untuk aktivasi peserta ditambahkan pembayaran iuran bulan berjalan.

“Untuk sisa tunggakan yang ada setelah peserta membayarkan tunggakan minimal 6 bulan tunggakannya, peserta memiliki pilihan apakah membayar sisa tunggakan dengan cara melunasi atau memanfaatkan Program Cicilan untuk sisa tunggakan tersebut. Jadi peserta semakin diringankan karena sisa tunggakannya dapat dicicil paling lambat Desember 2021 sesuai dengan kemampuan peserta,” kata Agung.

Lebih lanjut Agung menginformasikan apabila setelah mendaftarkan program relaksasi tunggakan, namun sampai dengan akhir bulan peserta tidak melakukan pembayaran tunggakan minimal 6 bulan, maka program relaksasi tunggakan batal secara otomatis dan seluruh tunggakan akan ditagihkan pada bulan berikutnya.

“Peserta yang sudah mengajukan relaksasi tunggakan dapat mengajukan kembali program relaksasi tunggakan selama tahun 2020,” tuturnya.

Bagi peserta JKN-KIS segmen PBPU yang ingin mendaftarkan program relaksasi tunggakan dapat dengan datang langsung ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan terdekat dengan membawa FC KK dan KTP, melalui Aplikasi Mobile JKN atau melalui BPJS Kesehatan Care Center 1500 400.

Baca juga: Pemerintah masih susun landasan hukum baru untuk iuran BPJS Kesehatan


Turun kelas

Pandemi COVID19 ditambah kenaikan tarif iuran BPJS Keseahatan membuat warga Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri, ramai-ramai mengajukan turun kelas kepesertaan.

Dalam sehari sedikitnya ada 15 sampai 20 orang yang mengajukan turun kelas, mulai dari kelas I ke kelas III, maupun dari kelas II ke kelas III.

"Total kunjungan BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang per hari 75 orang dan 15 hingga 20 di antaranya meminta pelayanan turun kelas," kata Agung.

Syarat untuk mengajukan turun kelas kepesertaan itu tidak rumit, yang paling penting peserta tersebut sudah terdaftar di BPJS Kesehatan lebih dari satu tahun.

Disinggung dampak dari peserta yang mengajukan turun kelas tersebut, Agung mengatakan, tidak ada dampak sama sekali, kecuali masyarakat berhutang atau tidak membayar iuran, karena hal itu dapat mengganggu kinerja BPJS Kesehatan.

"Selagi masih membayar tidak akan memberi dampak. Maka itu kami harapkan masyarakat rutin membayar iuran sebelum tanggal 10," katanya.

Ia menegaskan bahwa tak ada instruksi masyarakat harus mendaftar pada kelas tertentu, masyarakat bebas memilih kelas kepesertaan sesuai kemampuan masing-masing.

"Kita hanya menyampaikan masalah kenaikan iuran, untuk pemilihan kelas kepesertaan itu hak masyarakat," katanya.

Salah seorang peserta BPJS Kesehatan di Tanjungpinang, Lukman (42), terpaksa turun kepesertaan dari kelas I ke kelas II karena tidak sanggup melunasi iuran di masa pandemi COVID-19, pria yang sehari-hari berdagang ikan di pasar Bintan Center ini mengeluhkan pendapatan jauh berkurang.

"Tidak masalah turun kelas, yang penting masih bisa menikmati fasilitas kesehatan gratis kalau sewaktu-waktu sakit," ujar Lukman.

Ilham, salah seorang karyawan hotel di kawasan wisata Lagoi, Bintan, ikut turun dari kelas I ke kelas III. Dia sudah bulan terakhir ini berada di rumah karena terdampak PHK oleh pihak perusahaan.

"Saya berdua sama istri, kalau kelas I per bulan sekarang Rp300 ribu, agak mahal. Kalau kelas III per bulan RpRp84 ribu, meski terbilang murah, harapannya pelayanan kesehatan tetap maksimal," ucap Ilham.

Rosman (35), pedagang kerupuk di Moro, Karimun, turun kelas, dari kelas I ke kelas II. Ia pun tidak ingin mempermasalahkan kenaikan iuran di masa pandemi, asal dibarengi dengan peningkatan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

"Sudah menjadi keputusan pemerintah, ikuti saja, dengan catatan kami (peserta) inginkan pelayanan maksimal jika mengalami sakit," demikian Rosman.*

Pewarta: Ogen
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020