Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Baiquni mengatakan RUU Cipta Kerja dapat mendukung pertumbuhan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di sektor pariwisata...sektor pariwisata saat ini sangat liberal karena banyak aset yang dimiliki oleh pihak swasta dan mampu menggeser peran UMKM.
Baiquni, dalam pernyataan di Jakarta, Senin, menyatakan, RUU itu dapat membantu UMKM sektor pariwisata dalam memperoleh izin dan mendatangkan modal investasi dari mitra yang selama ini masih terkendala birokrasi.
"UMKM pariwisata harus dikuatkan, karena banyak sekali kekuatan masyarakat di sektor ini yang butuh pendampingan, manajemen, dan juga pendanaan," kata Baiquni yang merupakan ahli studi pariwisata ini.
Baca juga: Bangkitkan pariwisata mulai dari kesadaran akan protokol kesehatan
Ia menjelaskan sektor pariwisata saat ini sangat liberal karena banyak aset yang dimiliki oleh pihak swasta dan mampu menggeser peran UMKM.
Kemudian, tambah dia, juga terdapat kesenjangan ekonomi antara investor dengan UMKM atau pengusaha kecil di sektor pariwisata.
Untuk itu, Omnibus Law ini diharapkan menjadi paradigma baru yang tidak hanya mengatur proses investasi, tapi juga nasib pekerja dan tata ruang, khususnya di industri turisme.
"Kalau bisnis as usual, itu melebarkan kesenjangan, tapi kalau kita gunakan paradigma baru, yaitu rasio ekonomi, ekologi dan memperhatikan ekosistem, maka ruang investasi tadi akan punya nilai tambah," katanya.
Baca juga: Voluntourism tren baru berwisata di Indonesia
Ia mengharapkan adanya perbaikan nasib bagi para UMKM di sektor pariwisata dengan iklim investasi yang lebih sehat melalui RUU Cipta Kerja tersebut.
Selain adanya regulasi, Baiquni menginginkan adanya pendampingan bagi pelaku UMKM serta pembangunan sektor pariwisata berbasis komunitas agar industri pariwisata tidak terpuruk.
"Pandemi COVID-19 dapat menjadi koreksi terhadap tata pembangunan yang selama ini kesenjangan semakin lebar, penguasaan aset, dan sumber alam di kuasai oleh investor, marjinalisasi adat dan masyarakat setempat," ujarnya.
Dengan demikian, lanjutnya, kasus-kasus seperti penguasaan aset pariwisata oleh investor asing di Bali tidak terjadi dan masyarakat lokal tidak kehilangan identitas dan masa depan di sektor jasa ini.
Baca juga: Gunung Kidul harapkan Bandara YIA dongkrak kunjungan wisatawan
Baca juga: Pelaku pariwisata diminta patuhi aturan adaptasi kebiasaan baru
Baca juga: PHRI-INACA kerja sama untuk pulihkan sektor pariwisata
Pewarta: Satyagraha
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2020