• Beranda
  • Berita
  • Wacana bentuk Dewan Moneter muncul di revisi ke-3 UU BI, ini detailnya

Wacana bentuk Dewan Moneter muncul di revisi ke-3 UU BI, ini detailnya

2 September 2020 11:47 WIB
Wacana bentuk Dewan Moneter muncul di revisi ke-3 UU BI, ini detailnya
Logo of Bank Indonesia. ANTARA/BI dokumentasi/pri.

Terdapat beberapa alasan pengajuan revisi UU BI antara lain independensi yang berlebih dan tujuan bank sentral yang dipersempit mengakibatkan kebijakan moneter tidak berperan optimal ...

Pembentukan Dewan Moneter untuk membantu pemerintah dan Bank Indonesia dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter masuk dalam pasal revisi ketiga Undang-Undang (UU) Bank Indonesia (BI).

Berdasarkan salinan draf perubahan ketiga UU Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang dikutip di Jakarta, Rabu, pasal 9B ayat 1 menyatakan Dewan Moneter ini diketuai oleh Menteri Keuangan.

Dewan Moneter ini terdiri dari lima anggota yaitu Menteri Keuangan, satu orang menteri membidani perekonomian, Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dewan Moneter tersebut mempunyai fungsi untuk memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter, sejalan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Baca juga: Sebab mengapa UU Bank Indonesia perlu direvisi

Dengan adanya Dewan Moneter, maka BI akan menjadi lembaga negara independen yang berkoordinasi dengan pemerintah dalam melaksanakan tugas dan wewenang, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal lain diatur UU.

Dalam UU lama, BI merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugas dan wewenang, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lain.

Sementara itu, dalam pasal 10, ayat 1a, BI harus menetapkan sasaran moneter dengan mempertimbangkan target inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.

Sebelumnya pencapaian target pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja tidak termasuk dalam penugasan BI dalam UU yang lama.

Baca juga: BI inginkan penguatan mandat dalam amandemen UU 6/2009

Pasal 11 ayat 4 ikut menyatakan BI dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban bersama BI dan pemerintah, apabila terdapat bank mengalami kesulitan keuangan berdampak sistemik.

Dalam draf ini, di pasal 34 ayat 1, BI juga mendapatkan kembali pelaksanaan tugas pengawasan bank yang selama ini dilaksanakan oleh OJK.

Sesuai pasal 34 ayat 2, pengalihan tugas pengawasan bank kepada BI tersebut dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2023.

Selanjutnya, pasal 55 ayat 4, juga memperbolehkan BI untuk membeli surat utang negara di pasar primer untuk operasi pengendalian moneter atau fasilitas pembiayaan darurat.

Baca juga: Imbas kasus Jiwasraya, DPR berencana evaluasi UU OJK dan BI

Sebagai informasi UU Nomor 23 Tahun 1999 Tentang BI telah mengalami satu kali perubahan pada 2004 yang ditandai oleh pengesahan UU Nomor 3 Tahun 2004.

Revisi ketiga ini sudah masuk dalam Prolegnas 2020-2024 sehingga menjadi salah satu prioritas pembahasan antara pemerintah dengan DPR dalam masa sidang ini.

Baca juga: Ahli sebut kewenangan penyidikan OJK amanat UU BI

Terdapat beberapa alasan pengajuan revisi UU BI antara lain independensi yang berlebih dan tujuan bank sentral yang dipersempit mengakibatkan kebijakan moneter tidak berperan optimal dalam pembangunan ekonomi.

Selain itu kebijakan moneter dinilai tidak dapat berperan serta dalam situasi darurat yang membahayakan ekonomi negara.

Kemudian kebijakan ekonomi makro yang efektif membutuhkan koordinasi moneter dan fiskal yang kuat untuk mendorong perekonomian, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Baca juga: Ekonom: Cegah krisis bukan perppu reformasi keuangan solusinya

Pewarta: Satyagraha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020