• Beranda
  • Berita
  • Myanmar tutup ibu kota di tengah gelombang virus

Myanmar tutup ibu kota di tengah gelombang virus

3 September 2020 16:33 WIB
Myanmar tutup ibu kota di tengah gelombang virus
Para petugas keamanan menyemprotkan air untuk membersihkan lantai pagoda Shawdagon, tempat bersejarah di negara itu di tengah penyebaran virus corona COVID-19, di Yangon, Myanmar (25/3/2020). ANTARA/REUTERS/Stringer/TM/aa. (REUTERS/STRINGER/STRINGER)

Jika pandemi menyebar luas di Yangon, akan sangat sulit memberikan perawatan medis kepada masyarakat,

Myanmar telah memberlakukan karantina wajib dan tes virus corona bagi pengunjung ke ibu kotanya setelah negara itu melaporkan puluhan infeksi pada Rabu, dan pemimpin Aung San Suu Kyi memperingatkan tentang "bencana bagi negara".

Siapa pun yang memasuki Ibu Kota Naypyitaw, tempat pemerintah berada, akan dikarantina, diuji, dan diizinkan masuk hanya jika hasil tesnya negatif, menurut perintah pemerintah yang diterbitkan di Facebook.

Suu Kyi mengatakan mereka yang tidak mematuhi instruksi akan menghadapi hukuman berdasarkan Undang-Undang Bencana Alam, dengan ancaman hukuman penjara hingga satu tahun.

Baca juga: Pengobatan WNA Myanmar positif COVID-19 di Riau ditanggung Indonesia

"Tindakan lebih tegas akan diambil di bawah UU Bencana Alam. Ini bencana bagi negara," kata Suu Kyi dalam siaran video, Rabu.

Orang-orang yang datang dari daerah paling parah di negara itu akan dikarantina di fasilitas setidaknya selama tujuh hari, berdasarkan perintah Dewan Naypyitaw, sementara yang lain akan diizinkan pergi lebih awal jika hasil tes mereka negatif.

Myanmar melaporkan penularan lokal pertamanya dalam sebulan pada pertengahan Agustus di negara bagian Rakhine barat yang bergolak. Sejak itu, jumlah kasus meningkat dua kali lipat menjadi 1.059 infeksi dan enam kematian, menurut data pemerintah.

Mayoritas kasus dan kematian terjadi di Rakhine, tempat pasukan pemerintah memerangi pemberontak etnis dan pihak berwenang telah memberlakukan pembatasan besar-besaran pada akses internet.

Infeksi terbaru terjadi di ibu kota negara bagian itu, Sittwe, tempat para pejabat memberlakukan perintah tinggal di rumah dan jam malam.

Sittwe juga merupakan wilayah bagi kamp-kamp di mana sekitar 100.000 Muslim Rohingya telah dikurung sejak pecahnya kekerasan pada 2012. Warga Rohingya sebagian besar ditolak kewarganegaraannya dan menghadapi pembatasan ketat untuk kebebasan bergerak dan akses ke perawatan kesehatan.

Tetapi infeksi telah ditemukan di seluruh negeri termasuk di kota terbesar, Yangon. Pihak berwenang memberlakukan penguncian sebagian di beberapa bagian Yangon pada Selasa (1/9), memerintahkan penduduk kota yang paling parah terkena dampak untuk tinggal di rumah selain untuk perjalanan penting. Bar dan klub malam telah ditutup.

"Jika pandemi menyebar luas di Yangon, akan sangat sulit memberikan perawatan medis kepada masyarakat," kata Suu Kyi.

Para dokter mengatakan mereka takut akan wabah besar di negara itu, yang sistem kesehatannya termasuk di antara yang terburuk di dunia setelah puluhan tahun diabaikan di bawah kekuasaan militer. Banyak layanan dijalankan oleh relawan dan kelompok bantuan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Myanmar laporkan 70 kasus baru, pemerintah tutup sekolah
Baca juga: Dua kasus baru positif COVID-19 di Dumai, satu WNA Myanmar

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020