• Beranda
  • Berita
  • Turki 'sangat prihatin' Serbia pindahkan kedutaan ke Yerusalem

Turki 'sangat prihatin' Serbia pindahkan kedutaan ke Yerusalem

6 September 2020 20:26 WIB
Turki 'sangat prihatin' Serbia pindahkan kedutaan ke Yerusalem
Arsip Foto. Seorang wanita berjalan melewati hamparan bunga berbentuk bendera Amerika Serikat (AS) dan lambang sambutan perpindahan kedutaan AS ke Yerusalem, dekat lokasi kedutaan AS baru di Yerusalem, Minggu (13/5/2018). (REUTERS/Ronen Zvulun) (REUTERS/Ronen Zvulun/)

Kami sangat prihatin dengan keputusan Serbia untuk memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem. Aneksasi Yerusalem oleh Israel ditolak oleh komunitas internasional dan PBB,

Keputusan Serbia untuk memindahkan kedutaannya di Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem, melanggar hukum internasional dan sangat memprihatinkan, kata Kementerian Luar Negeri Turki, Sabtu (5/9).

Pada Jumat (4/9), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Serbia akan memindahkan kedutaannya ke Yerusalem pada Juli tahun depan.

Serbia menjadi negara Eropa pertama yang mengambil langkah tersebut, keputusan yang diperantarai oleh Amerika Serikat.

AS sendiri merupakan negara pertama yang memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem, yaitu pada 2018.

Baca juga: AS pindahkan kedutaan ke Yerusalem akhir 2019

Baca juga: Markah jalan menuju Kedutaan AS dipasang di Yerusalem


Yerusalem adalah kota utama yang diperebutkan dalam konflik Israel-Palestina.

"Kami sangat prihatin dengan keputusan Serbia untuk memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem. Aneksasi Yerusalem oleh Israel ditolak oleh komunitas internasional dan PBB," kata Kemenlu Turki.

Kemenlu Turki menambahkan bahwa "relokasi kedutaan besar negara mana pun di Israel ke Yerusalem jelas merupakan pelanggaran hukum internasional."

Pernyataan Turki itu mengutip beberapa resolusi PBB, yang menyatakan bahwa konflik Israel-Palestina tidak memiliki solusi lain selain pengakuan atas negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sesuai dengan perbatasan tahun 1967.

Yerusalem, yang diduduki oleh Israel selama Perang Enam Hari pada 1967, saat ini merupakan aspek yang tidak bisa ditawar-tawar bagi Palestina.

Palestina menerapkan sikap yang sama terhadap wilayah pendudukan di Tepi Barat dan Lembah Sungai Jordan, tempat Israel membangun permukiman.

Pemerintah Israel telah menolak mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Israel juga menganggap perluasan pemukiman yang dilakukannya adalah tindakan yang sah, meskipun ada keberatan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Baca juga: Rencana aneksasi Israel terhadap Palestina dan janji Netanyahu

Baca juga: Israel bangun jalan di Yerusalem di tengah rencana aneksasi Tepi Barat

Pada Desember 2017, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Washington akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Pemindahan itu berarti bahwa AS secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi.

Kedutaan baru AS di Yerusalem dibuka setengah tahun kemudian.

Israel berharap langkah AS itu akan mendorong negara-negara lainnya melakukan relokasi kedutaan secara massal ke Yerusalem, pemikiran yang dianggap tabu --terutama di kalangan negara-negara Uni Eropa.

Sejauh ini, hanya Guatemala yang mengikuti jejak AS.

Guatemala membuka kedutaan besar di Yerusalem pada 16 Mei 2018, dua hari setelah AS melakukan langkah serupa.

Sumber: Sputnik

Baca juga: Guatemala sepakati Trump untuk pindahkan kedutaan ke Yerusalem

Baca juga: Guatemala juga buka kedutaan di Yerusalem

Baca juga: Indonesia kecam rencana Guatemala pindahkan kedutaan ke Yerusalem

 

Pewarta: Tia Mutiasari
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2020